Mohon tunggu...
intan nurjanah
intan nurjanah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

senang menulis..tapi sangat bodoh

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mama

2 Oktober 2012   12:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Telah habis kata kataku

Telah kutuangkan semua hiruk pikuk nafasku

Dalam doa yang berbaur air mata

Ya Allah Maha Pencipta Alam Semesta

Berikanlah pertolongan pada sang mama

Lepaskanlah mama dari tali yang meyesakkan dadanya

Biarkanlah kerikil yang menancap pada dasar kaki kasarnya

Lolos walau harus dengan darah

Biarkanlah mama memelukku

Agar aku bisa sepuas mungkin memeluknya

Dan,

Mencium keningnya yang bergaris renta

Mencium hidungnya yang selalu mencoba menghembus ringan

Mencium matanya yang selalu memberikan senyuman

Mencium bibirnya yang selalu berkata sabar

Tatkala aku marah akan hidupku

Mencium telinganya yang selalu mendengar curahan bibirku

Dan, mencium rambut putihnya yang selalu menutupi setiap kegundahan hidupnya

Biarkanlah mama memelukku

Agar aku bisa sepuas mungkin memeluknya

Serta, masuk dan menggenggam hatinya yang tak pernah kendur akan kuat

Menggenggam setengah rasa sakitnya teradap luka

Menggenggam keputusasaanya yang tatkala duduk dalam hatinya

Kemudian,

biarkanlah aku keluar sebentar dan membuang sampah itu dalam tenangnya udara pagi

dan izinkanlah aku masuk mama,

untuk menitipkan setetes embun yang kupetik dengan rasa sayangku

serta duduk sebentar untuk berbicara pada sang naluri

biarkanlah mama memelukku

agar aku bisa sepuas mungkin memeluknya

dan, memijat kedua kakinya

agar aku bisa menerawang urat urat kakinya

urat urat yang menonjol

urat yang menunjukan betapa berat mama berdiri hanya untuk kami…

anak anaknya………

*jangan pernah engkau pergi mama….

Walau hanya untuk melangkah diantara dinding dinding itu

Karena aku takut engkau takkan kembali hadir di mataku

Karena sedetik saja engkau terselip diantara dinding dinding itu

Rinduku akan langsung membuncah dan tangisku tak akan bisa berhenti

Kecualiengkau kembali hadir dimataku

Maka…jangan pergi untuk kami anak anakmu mama…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun