Mohon tunggu...
Intan Cahya Alfiana
Intan Cahya Alfiana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I'm a students at school of nursing Diponegoro University. I'm Intan and I always try to be a shining diamond and reach all my dreams.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salahkah Aku Bila Aku Menganggapmu Pernah Mencintaiku..???

14 Juli 2012   18:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:57 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

SEPOTONG KENANGAN TAK SEMPURNA)

#part 1, Kamu dan Desiran Lembut itu 5 tahun yang lalu

Sepotong kisah dan kenangan tak sempurna tentang Dia. Aku, dia dan kejadian yang kini jadi sepotong kenangan ini 5 tahun yang lalu.

Suasana sore ini masih belum lengkap, matahari baru saja condong ke arah jalan pulangnya. Allah pun belum mengizinkan tinta jingga melukis bagian barat sore ini. sepeda polygon biru kesayanganku (karena satu”nya) masih setia memanjakan kakiku, sahabatku juga masih setia mengayuh sepedanya di sampingku, mengayuh sepeda berjajar denganku.

Kami berhenti di sebuah lembaga bimbingan belajar terbesar di kotaku kala itu. Aku dan Riana segera memakirkan sepeda kami.  Ini hari pertamaku mengikuti bimbel, hanya Riana yang ku kenal saat itu. Statusku sebagai seorang siswi yang tergolong kuper membuat kenalanku terbatas. Itu yang membuatku tak jauh-jauh dari Riana.

Aku dan Riana memasuki ruang kelas kami. Aku lupa ruang itu ruang kelas apa, aku benar-benar sudah lupa. Hanya kenangan di dalamnya yang masih ku ingat. Kenangan tentang dia dan anggapanku kala itu.

Aku dan Riana duduk di bangku baris kedua dari depan, di belakangku duduk dua orang cowok yang sejak tadi ribut menggoda Riana. Aku diam saja karena aku merasa tidak mengenal mereka. Tapi tiba-tiba dia menyapaku, menanyakan namaku dan sekolah di mana, ku jawab saja dengan senyuman SMP 9 ku jawab singkat. Dia ber OOO ria, dan heran karena dia merasa tidak pernah melihatku apalagi mengenalku. Ternyata dia juga satu angkatan denganku di SMP yang sama.

Sekian detik setelah dia mengenalku melalui perkenalan singkat itu, kejailan dan keusilannya menjadi. Tidak hanya Riana yang menjadi target keusilan, aku pun kini bernasib sama dengan Riana. Tentor pelajaran Matematika kami saat itu sedang keluar entah mengurusi apa, keusilan dia makin menjadi, disertai dengan ocehan-ocehannya yang saat itu sangat menyebalkan.

“Ta, minta nomor HPmu dong?” ucapnya sambil menarik-narik rambutku yang ku kucir ekor kuda. Benar-benar Risih rasanya.

“apa sih??” kataku sebal, merasa terganggu apalagi aku sedang mengutak atik soal matematika di buku panduanku.

“Ni, tulisin di sini.” Dia menyodorkan kertas padaku, kuambil dan kutuliskan nomor di sana, tapi itu nomorku dulu yang kini tak aktif lagi. Kuberikan kertas kecil bertuliskan nomor abal-abalku, dan dia sekarang diam berbisik bersama temannya. Aku bersyukur akhirnya dia diam juga. Fiuuhh.

………………………………………..

Pelajaran jam pertama sudah berakhir, ada jam istirahat 15 menit untuk sholat dan jajan sekadarnya. Aku baru saja membereskan alat tulisku, mengecek HPku sebentar. Dan sepersekian detik itu juga, Hpku berpindah tangan, dia ya dia yang mengambilnya tanpa rasa berdosa di wajahnya. Sebal sekali saat itu. Ku coba merebut HPku dari tangannya, tapi gagal tentu saja, aku terlalu pendek untuk menggapai Hp itu yang dia genggam dalam tangannya. Lelah akhirnya akau menyerah, HP riana juga dibawa ( baca: diambil paksa oleh teman Dia tadi). Kami berdua pasrah dan segera menuju mushola.

Sholat sudah, sekarang waktunya jajan J. Sebungkus bakso tanpa kuah telah berada di tangan kami. Dia dan temannya menghampiri kami. Aku diam saja, masih sebal.

“ Hehh Ta, kamu tadi bohong ya??” tanyanya tiba-tiba, Hpku masih di tangannya.

“Apanya?” jawabku tanpa memperhatikan wajahnya.

“ Nomormu bukan yang tadi kamu tulisin di kertas kan? Tadi aku udah miscall tapi nomornya beda kok. “katanya menjelaskan.

“ Gak kok, tadi juga nomorku, tapi yang satunya.” Jawabku.

“ Mana?? Orang di belakang HPmu gak ada keselip kartu SIM lain.”

“emang harus  ditaruh di belakang situ, sini HPku.” Ucapku sambil merebut Hpku dari tangannya.

“ Ntar dulu ya Taa.” Ucapnya sambil berlalu begitu saja. Ihh menyebalkan, dasar rese.

“ Rii, HPmu udah dibalikin?” Riana hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya. “nyebelin ya Rii.”

“ Banget.” Jawab Riana mengiyakan.

…………

Bel pulang sudah berbunyi, saatnya kembali ke kos. Aku dan Riana berjalan menuju arah parkiran sepeda. Senja hampir turun. Langit mulai menunjukkan warna jingganya. Aku dan Riana masih mengayuh sepeda polygon kami berjajaran. Tapi berbeda dengan saat kami berangkat. Sekarang dua cowok yang masih setahun lagi memakai baju putih abu-abu itu, mengendarai motornya berboncengan di belakangku. Aku tak tahu kenapa mereka tak segera menge-gas motornya agar cepat sampai di rumah. Sepanjang perjalanan mereka tak bisa diam, apalagi dia.

“Rumahmu mana to Ta?” tanyanya.

“Aku ngekos kok.” Jawabku, aku agak berdamai dengannya setelah Hpku dikembalikan tadi.

“emang rumahmu mana?” tanyanya lagi.

“ Bubulan, emang tau itu daerah mana?” tanyaku lagi.

“ enggak sih.” Jawabnya lagi.

Setelah itu dia berhenti bertanya padaku, ganti menggoda Riana lagi. Di pertigaan dekat SMA favorit di kotaku aku dan Riana berpisah, Kosku dan Rumahnya berbeda arah. Aku lurus dia belok. Aku mengayuh sepedaku santai, sambil sedikit bersenandung. Tapi ada yang aneh, ada suara motor di belakangku yang terasa begitu dekat. Kutengokkan kepalaku ke belakang. Aku kaget, ternyata Dia dan temannya masih di belakangku. Pikirku saat itu, mungkin mereka mau mampir kemana dulu. Ya sudah aku cuek dan tetap santai mengayuh sepedaku ke arah kosan.

Aku belok ke sebuah gang kecil menuju kosanku. Suara motor itu masih dekat sekali, akhirnya aku bertanya.

“kalian mau kemana to? Kok ikut belok sini juga?” Tanyaku penasaran. Dia dengan nada jail menjawab, “Adaa dehh.” Sumpah saat itu aku merasa dia itu orang paling rese yang pernah aku temui.

Kosku tinggal beberapa meter lagi di depan sana. Motor itu masih membuntutiku, dan aku mencoba untuk cuek walau entah mengapa jantungku berdebar lebih kencang. Ada desiran halus saat aku menerka-nerka alasan dia mengikutiku. Ada rasa buncah di sana, walau rasa sebalku memang tak terelakkan lagi.

Aku membelokkan sepedaku ke sebuah rumah bercat krem, kutengokkan kepalaku lagi, Dia masih di sana menghentikan motornya, memandangku dari kejauhan. Kalian tahu perasaanku saat itu tak bisa dideskripsikan lagi. Dugaan-dugaan aneh mulai tergambar di otakku, khayalan-khayalan mulai menghiasi imajinasiku. Senang, takut, elakan hatiku atas pikiran-pikiran bodohku itu berkecamuk dalam hati dan otakku.

Ku parkir sepedaku, aku masuk ke dalam kamarku. Aku bingung, aku senang, desiran halus itu sering muncul mendampingi imajinasi-imajinasi indahku.  Saat itu aku benar-benar ingin bercerita pada kakak kos yang sekamar dneganku, tapi dia pulang kampung. Aku benra-benar ingin cerita pada seseorang saat itu tapi aku tak tahu harus pada siapa aku mengadu. Akhirnya sesorean itu aku sibuk dengan terkaan dan dugaanku tentang Dia, tentang harapan-harapan yang tiba-tiba muncul tentang dia. Sendirian. Tanpa ada teman cerita. Riana??? Dulu aku tak bisa terbuka dengan siapapun kecuali kakak kosku itu. Apalagi bercerita tentang Dia yang kenal baik dengan Riana, aku Jaim, aku malu, aku entahlah aku lupa yang aku pikirkan kala itu.

……………………………….

Itu sepotong kisah tentang desiran halus yang pertama kali muncul dalam dadaku. Tentang ketakutan remaja yang baru genap berumur 14 tahun sekitar 5 tahun yang lalu. Saat di mana aku tak tahu harus berlaku apa 5 tahun yang lalu. sebuah potongan kenangan yang akan menjadi rangkaian kisah yang kutuliskan tentang aku, dan anggapanku tentang dia.

Kita memang tak boleh terpaku pada masa lalu, karena masa sekarang masih tetap berjalan dan masa depan masih terus menanti. Tapi kenangan bukan ada untuk dilupakan bukan? Tapi itu ada untuk menjadi sebuah mata ajar wajib untuk hidup kita ke depan. Kenangan bukan ada untuk disesali karena waktu tidak akan pernah menyisakan detiknya untuk mereplay kembali kejadian itu, kenangan ada untuk ditilik sementara, ada untuk pelengkap masa ini dan masa depan nanti. Dia??? Dia telah kuletakkan di ruang pojok hatiku, ruang yang kukunci dan tidak setiap waktu terbuka, dia sesekali ku jenguk untuk ku kenang saat aku rindu saja. Bukan setiap hari meratapi kenangan yang belum sempat sempurna itu. Dia masih di sana belum terhapus. Hanya ku rangkum dalam sebuah album kenangan yang ku simpan di ruang pojok hatiku.  :) :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun