Diamati selama bertahun tahun kasus pelecehan seksual terus menjadi perbincangan hangat yang belum menemukan ending baik di Indonesia.Â
Bahkan lingkungan kampus yang dikiranya amanpun ternyata ikut dikontamidasi oleh kasus tersebut. Seperti kasus yang terjadi di Universitas Negeri Makassar dimana sejumlah mahasiswi dilecehkan oleh dosennya sendiri Ketika melakukan bimbingan skripsi.
Dalam kasus ini mahasiswi dipaksa bungkam oleh dosen dengan ancaman akan diskorsing dan skripsi ditahan. Mahasiswi dibuat tutup mulut dan tidak berani untuk membuka suara, sama seperti halnya dalam kasus pelecehan Baiq Nuril korban pelecehan yang malah dikenakan UU ITE dikarenakan bukti yang kurang cukup dibawa oleh korban.
Hannah Al Rasyid ikut berperan membela Baiq Nuril yang menurutnya korban jelas jelas memiliki bukti pelecehan yang menimpa dirinya, tetapi malah di hukum sebaliknya yang cukup bermasalah.
Hannah mengungkapkan bahwa sudah terlalu sering korban pelecehan di negara ini tidak ingin melapor ke pihak berwenang karena beberapa factor, yang pertama jarang dianggap serius atau malah di "victim blaming" , kedua karena harus membawa bukti yang tentunya dalam situasi seperti ini tidak selalu mudah untuk didapatkan.Â
Sistem hukum kita mengandung "weak spot" dimana predator kekerasan atau pelecehan bisa bersembunyi dibalik UU yang secara by-product melindungi mereka, yang lemah bisa dihukum, dan yang lebih berkuasa bisa terus melakukan kejahatan dengan impunitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H