Mohon tunggu...
Intan Nadia
Intan Nadia Mohon Tunggu... -

just @intandroso @drosophila_doom !!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pengalaman Beragama Pada Diri Sendiri

12 Mei 2013   20:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:41 3799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Memilih suatu agama atau keyakinan merupakan hak dasar kita sebagai manusia. Dimana kita dapat menerapkan ajaran agama tersebut pada kehidupan kita sehari-hari, tanpa paksaan dan pengaruh dari orang lain tentunya. Beragama merupakan hak dan pilihan. Saya memiliki sedikit pengalaman tentang hidup beragama pada diri saya.

Ketika saya kecil, saya dititipkan oleh orang tua saya pada tetangga saya karena saat itu ayah saya bekerja dan ibu saya berada dirumah sakit. Hari demi hari saya lalui dengan bersama tetangga saya tersebut. Disitu saya diajarkan tentang bagaimana beliau beribadah., dan saya mencoba belajar serta menjalankannya, seperti shalat, mengikuti keguiatan TPA di sore hari, membaca doa, dll. Karena sehari-hari saya tinggal bersama beliau maka saya mengikuti segala hal yang di lakukan. Seperti makan, membersihkan rumah, maupun beribadah.

Sampai suatu saat saya diberikan olehnya sebuah mukena mungil yang tururt menemani saya shalat dan beribadah setiap hari.setiap sore saya bersama teman-teman saya di rumah pergi ke masjid untuk mengikuti kegiatan TPA yang diselenggarakan oleh masjid dekat rumah saya. rutinitas tersebut saya jalani hingga saya beranjak kelas 3 SD.

Setelah beliau meninggal saya dipulangkan kepada kedua orang tua saya. dan kembali berkumpul dengan keluarga saya dirumah. Karena kedua orang tua saya menganut agama yang berbeda dengan yang di ajarkan oleh tetangga saya maka hari demi hari saya mengikuti apa yang dilakukan oleh kedua orang tua saya yaitu berdoa dan beribadah di gereja, sampai saat ini.

Saya mencoba untuk teguh pada pendirian saya, namun saya masih sering bertanya-tanya dan diselimuti keraguan, “apakah saya sudah yakin dengan agama yang saya yakini saat ini?”  Terkadang muncul dipikiran saya untuk kembali menjadi seorang muslim, tetapi juga masih ragu. Saya terkadang bingung untuk menangkap kata hati saya sendiri. Butuh keyakinan dan kemantapan untuk memilih dan memutuskan itu semua.

Nah itu tadi merupakan sekilas pengalaman beragama saya yang diajarkan oleh tetangga, ayah dan ibu saya. diskripsi pengalaman beragama saya ialah membentuk pengalaman beragama pada anak saat kecil berarti menanamkan akar beragama pada mereka. Kelak pengalaman beragama, yang telah mengakar ini, akan mampu memperbaiki karakter, kepribadian dan moral anak. Perlu untuk diperhatikan bahwa apabila latihan dan pengalaman beragama yang diterapkan  secara kaku, maka di waktu dewasa mereka akan cenderung menjadi kurang peduli pada agama. Pembentukan moral dan agama selain ditentukan oleh faktor didikan dan sentuhan orang tua juga ditentukan oleh faktor sekolah dan pengalaman bergaul mereka dalam sosial.

Memang bahwa pada mulanya sikap beragama anak dibentuk di rumah, namun kemudian disempurnakan di sekolah, terutama oleh guru-guru yang mereka sayangi atau yang mereka idolakan- maka guru yang diidolakan siswa hendaklah menjadi guru yang shaleh. Kemudian anak perlu juga untuk memiliki pengalaman bergaul dan melaksanakan aktifitas keagamaan, misal seperti di TPA, kegiatan menyantuni anak yatim dan fakir miskin, kegiatan didikan subuh. Dari pengalaman bersosial sejak kecil, maka berkembanglah rasa kesadaran moral dan sosial anak. Kesadaran tersebut bisa lebih optimal pada masa remaja.

Jadi, perlu ada miskonsepsi dalam mendidik anak, ayah dan dan ibu memiliki peran yang sama dalam pendidikan anak. Malah kaum bapak yang terlibat dalam mengurus anak dan rumah akan sangat dihormati oleh istri merka. Orang tua perlu menerapkan pola demokrasi di rumah dan memperlihatkan rasa akrab dalam keluarga agar anak merasa diterima. Pengalaman beragama sangat penting ditanamkan pada anak untuk membentuk moral anak ketika usia dewasa, tentunya itu semua dilakukan oleh orang tua yang sangat bertanggung jawab pada kehidupan anak.

Sebab utama merosotnya moral adalah hilangnya keyakinan terhadap Tuhan, hari akhir dan balasan surga-neraka. Agama yang telah di berikan Tuhan sebagai pembimbing di tinggalkan begitu saja, sehingga norma-norma yang mengatur perilaku manusia dilupakan. Dosa telah dianggap ringan dan hal yang biasa, Tuhan hanyalah cerita tahayul dan dianggap sebagai sosok yang di gunakan untuk menakut-nakuti anak kecil belaka. Hingga timbullah pandangan bahwa takkan ada lagi kehidupan sesudah mati, tak ada lagi balasan surga neraka, seperti yang dikatakan, dengan membebaskan diri dari rasa takut terhadap ancaman  neraka, maka lepas pula harapan akan kenikmatan surga, orang hidup,mati, dan selesailah sudah".Pernyatan itu di tepis Allah, "Dan mereka berkata "tak ada kehidupan lain, melainkan kehidupan di muka bumi ini. Kita mati dan hidup tidak ada yang memusnahkan melainkan waktu. Sesungguhnya mereka tidak tahu tentang hal itu, mereka hanya menduga-duga saja".

Danpesan moral yang diberikan sebaiknya jangan mengulang yang sudah sering disampaikan. Seperti jangan membolos, jangan mencuri dan sebagainya. Mencari pesan moral berdasarkan penggalian terhadap pengalaman pribadi. Coba ingat-ingat, pasti banyak yang bisa dipakai sebagai bahan cerita. Contohnya, doa buruk terhadap guru agar sakit sehingga lepas dari rencana ulangan besok. Karena saat saya sekolah saya sering sekali berusaha untuk membolos. Yah seperti kenakalan remaja di jaman sekarang.. hehe. Dari situ semua saya belajar tentang moral yang tertuju pada moral agama. Bertindak dan berperilaku baik serta menjaga tingkah laku. Membantu dan menolong sesama. Juga selalu berbuat terpuji meskipun tidak mengjarap pujian dari orang lain. Dan yang paling penting adalah percaya kepada Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun