Mohon tunggu...
Intan Dwi Rahmah
Intan Dwi Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sering Membaca Artikel di Internet Ketika Sakit? Awas! Bahaya Cyberchondria!

29 September 2021   19:10 Diperbarui: 29 September 2021   22:06 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : INTAN DWI RAHMAH
NIM    : 202110230311005

Perkembangan zaman yang seakin maju membuat banyak permasalahan kehidupan dapat diselesaikan dengan hanya satu jempol saja dan mencarinya di internet. Hal tersebut juga berlaku di dunia Kesehatan. Hari ini, dengan adanya internet banyak orang mencari informasi kesehatan mereka melalui artikel-artikel yang beredar di dalamnya. 

Dengan cara berusaha mengidentifikasi kondisi Kesehatan yang mereka rasakan, lalu mencarinya di google lalu selanjutnya berusaha menyocokkan keadaan mereka dengan artikel-artikel tersebut. Terkadang dalam beberapa kondisi, artikel-artikel tersebut malah membuat pasien-pasien ini memiliki ketakutan yang tidak mendasar pada penyakit mereka dan membuat mereka melakukan Self Diagnosa, keadaan tersebut dinamakan Cyberchondria (White dan Horvitz 2009)

Namun, perlu diperhatikan terkadang artikel-artikel tersebut menurut, (Angela dan  Sue 2008) akan membuat para pengidapnya menjadi lebih anxiety mengenai kebenaran dari diagnosis yang diberikan oleh artikel tersebut, hal tersebut diperparah apabila pengidap penyakit tersebut tidak mengunjungi dokter untuk penjelasan lebih lanjut atau adanya kemungkinan diagnosis yang berbeda. Di beberapa kasus bahkan para pengidap penyakit tersebut berani pergi ke apotek dan membeli obat bebas. 

Parahnya, apotek-apotek Indonesia terkadang "acuh" dengan obat yang dibeli oleh pasien dan langsung memberikan obat tersebut tanpa menanyakan lebih lanjut, hal tersebut dapat terjadi karena terkadang peran dari apoteker digantikan oleh "penjaga apotek" yang terkadang tidak memiliki pemahaman menyeluruh mengenai interaksi obat.

Gejala dari pengidap cyberchondria ini dapat kita lihat dari bagaimana ia merasa khawatir secara berlebihan mengenai penyakitnya dan berpikir bahwa penyakit tersebut dapat mengancam jiwanya, padahal bisa saja gejala mereka masih sangat ringan. 

Gejala-gejala yang ia rasakan, kemudian ia coba cari di internet dan membaca artikel-artikel dengan view terbanyak, selanjutnya ia akan membaca artikel-artikel tersebut dan mulai merasa "cocok" dengan diagnosis yang diberikan dari artikel-artikel tersebut. 

Selanjutnya, ia merasa takut secara berlebihan dan mulai melakukan self diagnose hanya dengan membaca artikel-artikel tersebut. Ketika pasien tersebut sudah melakukan Self Diagnose kemungkinan salah mengartikan penyakit yang sedang mereka alami akan semakin besar. Padahal banyak penyakit memiliki gejala awal yang sama dan  tidak seburuk yang dijelaskan di internet. 

Seharusnya, pasien dapat datang ke dokter di rumah sakit terdekat agar penyakit yang ia derita dapat terdiagnosa dan tertangani dengan baik.

Setelah mendengar mengenai cyberchondria, menyalahkan internet adalah hal bodoh, karena kita tidak bisa menghentikan kemajuan zaman saat ini, tetapi kita bisa mengontrol apa saja yang akan kita baca dan akan kita percayai di dunia internet. 

Oleh sebab itu, ketika kita sakit pahami bahwa kecemasan tidak akan menyembuhkan penyakit kita dan asumsi-asumsi yang kita buat malah akan memperburuk keadaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun