Entah sudah berapa kejadian yang viral, bagaimana seorang guru harus menerima pil pahit karena tindakannya terhadap anak didiknya. Niat hati ingin mendidik dan mendisiplinkan mereka, tapi malah berujung pelaporan di kepolisian, bahkan ada yang sampai merasakan jeruji besi.
Ironis sekali memang. Di era teknologi, di saat semua orang bisa menjadi pintar dalam sekejap. Namun, adab dan akhlak masih jauh tertinggal. Di zaman yang serba canggih, bahkan murid dan orang tua pun bisa menunjukkan "kecanggihan" dari jabatan atau harta yang dimilikinya.
Miris memang ketika melihat guru sudah tidak lagi dihargai. Bahkan sudah banyak kasus, anak didik yang ditegur oleh gurunya, bukannya mendapat dukungan dari orang tua, malah sebaliknya, guru dijadikan pelaku kejahatan dan pada akhirnya dikenakan hukuman.
Kalau sudah seperti ini, terkadang muncul ketakutan di kalangan para guru untuk benar-benar mendidik anak didiknya. Pada akhirnya bersikap masa bodoh, ditegur seperlunya, karena ada ketakutan terjadi salah paham dengan orang tua.
Ini merupakan PR besar di dunia pendidikan negeri ini. Kembalikan guru kepada fungsinya mendidik dan memberikan teladan. Ketika orang tua menitipkan anaknya ke lembaga sekolah, maka yakinlah pihak sekolah dan guru akan memberikan pelayanan Pendidikan yang sesuai dengan yang kita harapkan.
Melakukan pengawasan boleh-boleh saja selaku orang tua. Kalaupun terjadi penyimpangan di sekolah, cobalah biasakan cross check, lakukan musyawarah, periksa kembali pola asuh dan kondisi di rumah dan lihat track record gurunya. Jangan langsung menyalahkan seratus persen gurunya.
Kegiatan belajar mengajar bukan sebatas transfer ilmu saja, tapi ada pembiasaan adab dan penanaman akhlak yang baik. Perlu kita sadari, saat ini, untuk menjadi bisa dan tahu banyak hal itu sangatlah mudah. Dunia digital memberikan semua kemudahan itu. Tinggal klik, geser, lalu kita bisa belajar banyak hal di dunia maya.
Tapi, ingat, ada hal yang tidak bisa digantikan oleh kecanggihan teknologi. Â Menghadapi siswa itu artinya menghadapi makhluk hidup yang terus bertumbuh dan hidup di zamannya. Seperti hanya orang dewasa, mereka pun adalah makhluk yang punya perasaan. Kehadiran, perhatian, rasa kasih sayang tidak bisa digantikan dengan kecanggihan teknologi.
Kejadian demi kejadian yang terjadi di dunia pendidikan, sebenarnya bermuara pada tidak adanya kolaborasi antara sekolah dan rumah, antara guru dan orang tua. Sebagai orang tua, tentu saja menyekolahkan anak kita, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang terdidik. Tapi, seringkali kita tidak sepenuh hati memberikan kepercayaan kepada para guru untuk mendidik anak-anak kita.
Tak jarang guru terbentengi dengan sikap sebagian orang tua yang ingin anaknya menjadi pribadi disiplin namun tidak terima ketika guru berusaha mendisiplinkan mereka. Proteksi orang tua terlalu kuat agar anaknya tidak 'tersakiti dan terluka'. Â