This is not my job, but this is my hobby. Ya, itulah yang sering aku katakan kepada semua orang. Aktivitas mengajar yang menurut kebanyakan orang terlalu berlebihan. Mungkin bagi mereka memulai mengajar dari jam 5 pagi dan selesai sampai jam 9 itu, bukan merupakan suatu kewajaran.
Aku memang tidak menyangka hal yang dulu ketika aku masih sekolah, adalah sesuatu yang paling tidak aku inginkan. Profesi guru adalah pekerjaan yang ingin aku hindari. Aku tidak ingin jadi guru karena Bapak dan keempat kakakku berprofesi sebagai guru, dan sebagai anak bungsu, aku tidak ingin menggenapkannya menjadi keluarga guru.
Tapi, ada satu kejadian yang membuat semuanya berubah. Saat aku masih menjadi siswa SMA, aku diminta menggantikan jadwal mengajar kakakku di tempat les Bahasa Inggris. Awalnya aku merasa takut dan malu. Pikirku, aku tidak memiliki kemampuan untuk itu. Tapi, setelah aku coba, ternyata murid-murid merasa senang. Mereka memintaku untuk mengajar kembali.
Sejak saat itu, aku pun mulai mencoba untuk mengisi mengajar di tempat les. Lambat laun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa ada kenyaman di profesi ini. Melihat ekspresi murid ketika bertemu, tingkah mereka ketika belajar, mendapat kabar apa yang diajarkan sangat membantu mereka, dan tentunya aku juga melihat potensi bisnis yang besar dalam hal ini, merupakan alasan mengapa aku jatuh cinta pada aktivitas ini.
Beberapa bulan sebelum lulus kuliah, aku pun memberanikan diri untuk membuka tempat les sendiri. Semuanya berawal dari nol. Kelas pun masih lesehan dengan fasilitas seadanya. Tapi, aku yakin akan ada respon yang positif.
Satu hingga dua minggu yang datang belajar hanya dua orang, itu pun bayar setengahnya karena aku memang memberikan program diskon 50 persen. Tapi, entah kenapa, aku menikmati proses ini. Aku mengajar dengan sepenuh hati meskipun hanya dengan dua orang murid.
Mulai saat itu, jadwal mengajarku benar-benar padat. Dari hari Senin sampai Minggu serta dari pagi hingga malam, aku habiskan waktu untuk mengajar. Tak jarang aku lupa untuk sekadar mengisi perut.
Tidak hanya mengajar Bahasa Inggris di tempat les dan private, aku pun mendapat tawaran untuk mengajarkan Bahasa Indonesia dan memperkenalkan Bahasa Sunda kepada orang-orang asing. Tawaran yang awalnya aku tolak, akhirnya aku pun menerima dengan niat untuk belajar dan juga ibadah. Meskipun ketika ada tamu dari luar, aku harus memutar otak mengatur jam ngajar. Mereka biasanya memiliki target 20 jam menguasai Bahasa Indonesia, dengan waktu belajar hanya 4 sampai 5 hari.
Meskipun orang lain pusing tujuh keliling dengan jam mengajarku, tapi aku sangat menikmati semua itu. Bagiku, mengajar bukanlah sebuah profesi. Mengajar adalah hobi, karena dengan mengajar, aku bisa bertemu banyak orang, belajar banyak dan itu artinya aku akan semakin kaya dengan pengalaman dan pemahaman. Dan, kedua hal itu ialah sesuatu yang sangat mahal. Â