Â
Pemilihan umum daerah (Pilkada) secara serentak akan digelar di 270 wilayah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Masa berlangsungnya kampanye selama 71 hari dimulai sejak 26 September berakhir pada 5 Desember 2020 sedangkan pemilihannya diselenggarakan pada 9 Desember 2020.Â
Alasan pemerintah tetap mengadakan pemilu di masa pandemi adalah untuk menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Sesuai dengan pernyataan Mahfud MD selaku pimpinan di bidang Polhukam bahwa tidak ada pihak manapun yang bisa memberi kepastian kapan Covid-19 akan berakhir, didukung pula negara-negara lain juga tidak menunda pemilu seperti Amerika pada pekan lalu.
Ajang kontestasi politik diselenggarakan setiap 5 tahun sekali sebagai wujud pesta demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dan perwujudan hak asasi politik rakyat. Sesuai dengan asas pemilu yaitu LuberJurdil, Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Erat hubungannya dengan asas yang dijunjung tinggi oleh negara demokrasi.Â
Diharapkan dengan adanya pemilu menghasilkan pemimpin yang mendengar aspirasi dari masyarakat. Setiap pasangan calon memperkenalkan diri dengan baik. Visi dan misi yang disuarakan sesuai dengan tujuan negara demokrasi yaitu dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.
Ada yang menarik dari pemilu serentak 2020 yaitu penambahan pasangan calon (paslon) tunggal di 25 daerah. Secara kuantitas Pilkada dengan calon tunggal mengalami kenaikan di setiap periodenya. Pilkada 2020 memunculkan tren baru yaitu maraknya daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon. Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis data 25 daerah dengan bakal pasangan calon tunggal di Pilkada 2020. Rincian daerahnya sebagai berikut: Kab Humbang Hasundutan, Kota Gunungsitoli, Kota Pematangsiantar, Kab Pasaman, Kab Ogan Komenring Ulu, Kab Ogan Komenring Ulu Selatan, Kab Bengkulu Utara, Kab Boyolali, Kab Grobogan, Kab Kebumen, Kota Semarangg, Kab Sragen, Kab Wonosobo, Kab Kediri, Kab Ngawi, Kab Badung, Kab Sumbawa Barat, Kota Balikpapan, Kab Kutai Kartanegara, Kab Gowa, Kab Soppeng, Kab Mamuju Tengah, Kab Manokwari Selatan, Kab Arfak, dan Kab Raja Ampat. Daerah tersebut masing-masing hanya memiliki satu kandidat calon kepala daerah.
Pasangan calon tunggal pada pemilu terdapat pro dan kontra, akan tetapi Hakim sudah memberi putusan bahwa calon tunggal tetap diperbolehkan mengikuti pemilu serentak. Merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemilihan yang hanya diikuti satu pasang calon dapat dilaksanakan dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah apabila tetap dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar, maka dilanjutkan ke tahapan verifikasi sampai pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat untuk maju dalam Pilkada. Mengetahui pasangan calon tunggal di banyak daerah semestinya pihak KPU dapat mempertimbangkan beberapa alasan berikut.
Adanya calon tunggal dapat melemahkan sistem demokrasi di Indonesia. Kontestasi politik yang harusnya memperlihatkan persaingan antar paslon tidak terlihat jika hanya calon tunggal. Pada kotak pemungutan suara, pasangan calon disandingkan dengan kotak kosong. Secara politik sistem ini tidak akan menambah riuhnya persaingan, melainkan sistem demokrasi daerah tersebut cenderung lesu. Dilihat dari faktor psikologis, pemilih tentunya akan tetap memilih yang ada wajah pasangan calon. Meskipun calon tunggal bukan suatu peristiwa yang pertama kali terjadi tetapi tidak etis rasanya jika kontestasi politik yang berlangsung tanpa lawan.
Anggaran dana yang digelontorkan dapat dialokasikan pada dana darurat yang lainnya. Pemerintah menganggarkan dana untuk KPU ditaksir mencapai 15 Trilliun rupiah. Angka fantastis dikeluarkan di tengah resesi ekonomi nasional. Seolah pemerintah sedang menghamburkan dana segar demi mewujudkan aktor politik yang sedang berpesta. Pada daerah calon tunggal semestinya tidak perlu diadakan karena kemenangan calon multak terjadi. Pengalihan dana seperti sedang membuang dana milyaran rupiah demi melihat calon yang sudah pasti menang.
Alasan utama tidak diselenggarakan pemilu pada daerah tunggal yaitu mengurangi kluster baru penyebaran virus. Kasus positif covid-19 per hari ini mencapai 500.000 jiwa. Terjadi penambahan sekitar 5000 kasus setiap harinya. Pelaksanaan Pilkada penuh dengan pertimbangan, aktivitas yang menghadirkan kerumunan menjadi salah satu faktor cepatnya penyebaran virus. Penularan tidak dapat diketahui darimana asalnya, hal yang ditakutkan masyarakat yang antipati pada kerumunan akan golput. Pilkada di tengah pandemi menjadi situasi yang sangat dilema karena kurangnya persiapan lain sebagai pilihan pengganti kerumunan massa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H