Masyarakat Indonesia berhak untuk menggunakan haknya dengan berpartisipasi dalam aturan hukum yang kedepannya dapat mempengaruhi hak asasi yang diperolehnya. Pada tanggal 16 Desember 1966, PBB menjamin hak tersebut melalui Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang kemudian diratifikasi oleh bangsa Indonesia melalui UU No.12 Tahun 2005 pada tanggal 28 Oktober 2005. ICCPR dalam pasal 25 (a) menyatakan bahwa kita berhak ikut serta dalam pelaksanaan urusan publik, baik secara langsung ataupun melalui wakil-wakil yang terpilih secara bebas. Selain itu, hak sebagai masyarakat Indonesia juga dijamin dalam Pasal 96 UU No, 12 Tahun 2011 yang telah mengatur hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan perundang-undangan.
Langkah Pemerintah Indonesia dengan tidak membuka draf terbaru RKUHP kepada media dan publik dianggap melunturkan semangat transparansi kebijakan peraturan kepada masyarakat Indonesia sebagai pihak yang menjadi sasaran dari subjek hukum itu sendiri. Karena Pemerintah Indonesia enggan untuk membuka draf terbaru RKUHP maka media dan public akan menjadi buta terhadap pasal-pasal yang tertuang di dalam sudah direvisi apakah sesuai dengan aspirasi public atau malah melenceng ke arah yang tidak seharusnya. Mengingat dahulu pada tahun 2019 publik sangat tidak setuju terhadap pasal-pasal yang tertuang dalam RKUHP dan turun ke jalan, sehingga diharapkan dengan terbukanya Pemerintah Indonesia mengenai RKUHP tidak terjadi kembali aksi-aksi seperti itu dari masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia sebaiknya mendesak Pemerintah Indonesia agar terbuka terhadap draf RKUHP yang telah direvisi terhadap public dan melakukan pembahasan secara terbuka. Masyarakat Indonesia berhak berpartisipasi dalam segala urusan publik dan pemerintah juga harus melakukan transparansi dan keterbukaan informasi mengenai perkembangan Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu sebelum disahkan oleh Pemerintah Indonesia, pasal-pasal kontroversial yang tertuang dalam RKUHP harus dirombak terlebih dahulu karena aturan ini akan berdampak sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat. Pasal-pasal kontroversial yang tertuang di dalam RKUHP seperti pasal yang dapat melanggar hak hidup dan mengekang kebebasan sipil harus dikaji ulang keberannya dengan mendengar pula masukan dari publik.
Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Indonesia semestinya diselaraskan dengan nilai-nilai modern pada masa kini, terutama yang sejalan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi yang ada di Indonesia. Proses penyelarasan ini dalam menjadi bukti bahwa Indonesia mampu berkomitmen untuk menjadi Negara di dunia yang tinggi peradabannya. Maka dari itu, segala bentuk ketentuan hukum yang tertuang RKUHP secara nyata telah mencemarkan semangat peraturan Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional baik Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, serta Konvenan Internasional hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya ataupun konvensi-konvensi yang terkait lainnya harus diharuskan.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diharapkan bisa menerjemahkan pedoman tanggung jawab Negara Indonesia dalam proses untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) warga negaranya. Norma perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang selaras dengan warga negaranya selain dapat mewujudkan kepastian hukum dan keadilan secara maksimal, juga diharapkan dapat melindungi warga negaranya. RKUHP juga semestinya lebih berfokus pada dekriminalisasi atas ketentuan hukum pidana yang tidak lagi relevan dan telah using dengan semangat perjuangan yang lebih menggelora. Contohnya adalah dengan menggunakan jalur non-hukum yang lebih partisipatif dalam mengalihkan mekanisme penyelesaian dari suatu permasalahan yang seringnya dihadapi.
Selain itu, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) juga dapat berpusat pada penyempurnaan aturan hukum pidana yang bersifat komtemporer agar terlihat lebih kompleks, terutama yang berkaitan dengan kejahatan kelompok kelas kakap yang nantinya dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi kepentingan masyarakat Indonesia, seperti kejahatan di lingkungan sekitar, kejahatan siber, dan masalah perlindungan data pribadi. Dalam penegakan hukum pidana di Indonesia dalam bidang pemberantasan kejahatan kelompok kelas kakap dapat menjadi ajang pembuktian bahwa Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum yang baik dan berpihak pada masyarakat kecil, serta dengan tanggap dapat merespon setiap tantangan hukum yang dihadapi Indonesia di masa depan.
Jika seandanya RKUHP yang dibentuk mengalami kegagalan dalam menjawab setiap kebutuhan dan tantangan hukum serta pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), maka sesunggungnya sudah tidak lagi menjadi alasan proses percepatan pengesahan RKUHP tersebut. Hal ini dikarenakan RKUHP masih saja terjaring dalam logika penjajahan ketimbang dengan mengobarkan semangat perjuangan agar hukum di Indonesia benar-benar dapat membuat manusia terjamin hak asasi manusianya. RKUHP sesungguhnya dapat berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia jika pasal-pasal hukum yang tertuang didalamnya masih saja kontroversial dan disahkan di kemudian hari. Oleh karena itu, diperlukan kembali untuk dilakukan peninjauan ulang dengan aturan hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional agar dapat keluar dari penjaringan logika penjajahan yang terselumbung dibalik disahkannya RKUHP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H