Mohon tunggu...
Intan Anggraeni
Intan Anggraeni Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis adalah awal dari sebuah mimpi dan cita-cita, serta sumber inspirasi, informasi dan motivasi\r\n"www.intananggraeni.com"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berkelut di Dunia Politik Banyak Caleg Karbitan

21 Maret 2014   18:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maraknya pemilu di tahun 2014 ini menambah suasana di tiap Kota yang ada di Indonesia semakin gemuruh terutama di Ibukota Jakarta. Semua partai berantusias untuk menjadi pemenang dan nomor 1. Persaingan dari setiap partai kini tidak ricuh seperti dulu yang harus berdemo berkeliling keliling jalan. Tampak tenang, namun cukup mengganggu di setiap sarana dan prasarana yang ada di lingkungan. Kini tidak hanya memasang spanduk atau pamflet yang ada di pinggiran jalan, membagi-bagikan kaos partai, menancapkan bendera partai di setiap pertigaan dan jalanan umum, namun banyak metode dan cara yang sangat konvensional di tahun ini seperti : Memasang iklan di Televisi, setiap kali pemutaran acara utama di televisi, selalu ada iklan, dari iklan itulah di selingi beberapa iklan yang mencantumkan cuplikan antusiasme-nya kepada rakyat dari salah satu capres perwakilan setiap Partai yang akan dijadikan acuan. Membuat Kuis yang berinisial nama capres dari Kuis yang diadakan setiap pemutaran acara pada sebuah stasiun televisi. Kuis yang berlangsung selama 15 menit itu membuahkan hasil berupa hadiah uang dengan nominal yang disebutkan. Entah maksud dari kuis ini sama saja dengan menyogok rakyat berupa hadiah uang sambil memberikan pengetahuan umum seputar Indonesia. Membuat film pendek berupa cuplikan iklan di Bioskop dengan durasi kurang lebih 2 menit ini juga cukup mengganggu para penonton Bioskop.

Dari Latar Belakang itulah mengapa para partai suka sekali dengan cara-cara halus yang hanya dipenuhi janji-janji palsu. Ironisnya dari setiap partai membukakan pintu bagi siapa saja yang telah ikut bergabung pada partai tersebut akan dapat posisi sebagai Dewan Legislatif. Ya, dorongan ini membuat para rakyat Indonesia yang tadinya tidak berminat ikut terjun ke dunia politik menjadi sangat berantusias pada bidang poltik dengan berbagai iming-iming yang diberikan seperti menempati posisi kosong pada sebuah divisi yang ada pada struktur organisasi partai tersebut, imbalan beberapa uang sebagai sogokan, juga sebagai kompensasi yang diberikan jika ikut bergabung pada partai tersebut. Namun, dalam proses pemilihan calon legislatif ini berlangsung, adanya penyisihan dari setiap rakyat yang ingin bergabung dalam menempatkan poisisi yang kosong tersebut. Dalam pemilihan, ada banyak kasus yang terjadi belakangan ini dan cukup menghebohkan di berbagai awak media.

Pada salah satu media televisi mengabarkan, “Seseorang dengan profesi pembantu rumah tangga, ikut mendaftar sebagai caleg sampai ia rela menjadi pembantu di setiap rumah dengan tidak dibayar sampai ia terpilih menjadi salah satu Dewan Legislatif”. Kabar mengejutkan ini membuat para pembaca berita hanya tertawa. Tidak ada yang salah dengan profesinya, akan tetapi yang menjadi suatu kesalahan adalah Pengetahuannya tentang dunia politik.

Beberapa media cetak juga memberitakan, salah satu pemeran cover majalah dewasa ikut dalam pemilihan calon legislatif. Berita ini cukup membuat para pembaca berita tertegun. “Dari profesinya saja sudah seperti itu, apalagi kalau sudah jadi dewan legislatif?”. Sekali lagi tidak ada salah dengan profesinya, namun dalam kelayakan itu semua belum pantas. Banyak yang berpendapat bahwa itu semua dilandasi dari kebiasaan, perilaku dan attitude. Bagaimana bisa seorang wakil rakyat dapat mewakili suara rakyat dengan perilaku seperti itu?

Semua hanya ada di Indonesia, semua prosedur serba dihalalkan dengan berbagai cara. Entah hanya dilakukan pada Negara Republik ini atau di berbagai Negara Republik lainnya yang juga dengan metode atau cara seperti ini? Namun sungguh ironis, tidak ada kemajuan dari Negara ini dengan sikap dan perilaku seperti itu. Tidak ada perkembangan, tidak ada daya upaya untuk merubah semua kebiasaan negatif yang ada pada peraturan tertulis. Mungkin di Indonesia sudah tidak ada lagi kandidat yang harus dipilih oleh rakyat dengan perilaku yang jujur dan menaati semua norma-norma yang ada pada undang-undang tertulis.

www.intananggraeni.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun