Di langit biru November, hujan berbisik,
Mendayu-dayu, bagai rindu terpendam di batas senja.
Bulan memakai gaun kelabu, merona dalam setiap tetes,
Seolah menari-nari, merayakan kehadiran rintik-rintiknya.
Rintik hujan di jendela seperti nada piano yang malu-malu,
Menyentuh hati, mengundang kenangan yang datang berdatangan.
Langit kelam adalah kanvas bagi seni rintik yang menari,
Melukis kisah sepi, seiring malam yang bergelora.
Di bumi yang haus, hujan adalah pahlawan tanpa tanda jasa,
Menghidupkan setiap helai daun yang kering, mengembalikan warna yang pudar.
Seperti peluk hangat ibu pada anaknya yang kedinginan,
Hujan di November membawa kelembutan dalam setiap seruput waktu.
Langit seakan berkisah dalam bahasa rintik yang halus,
Seolah menjelma jendela menuju dunia di balik awan.
Bulan yang malu-malu bersinar, menyulam kisah tak terucap,
Seakan bercerita tentang kerinduan dan harapan di malam November.
November, bulan hujan yang merajut mimpi di setiap jalinan air,
Mengajak bumi untuk menari waltz dalam kegelapan.
Rintik November membawa pesan yang lembut,
Bahwa di setiap hujan, ada kisah cinta yang tak pernah padam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H