Mohon tunggu...
INTAN JUWITA
INTAN JUWITA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya sedang selfi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori psikososial Erik Erikson:perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa

18 Januari 2025   15:59 Diperbarui: 18 Januari 2025   15:59 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


 
Teori Psikososial Erik Erikson: Perkembangan Manusia dari Lahir hingga Dewasa
Erik Erikson, seorang psikolog dan psikoanalis Jerman-Amerika, mengembangkan teori psikososial yang memfokuskan pada perkembangan individu sepanjang hidup. Berbeda dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud, yang lebih menekankan pada fase-fase awal kehidupan, Erikson memandang perkembangan manusia sebagai suatu proses yang berkelanjutan dan berlangsung sepanjang kehidupan. Teori Erikson dikenal dengan sebutan Teori Perkembangan Psikososial, yang terdiri dari delapan tahap perkembangan yang melibatkan konflik-konflik utama yang harus dihadapi individu dalam setiap tahap usia.
1. Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)
Pada tahap pertama ini, bayi mengembangkan rasa kepercayaan atau ketidakpercayaan terhadap dunia sekitar mereka. Kepercayaan terbentuk jika kebutuhan dasar bayi seperti makanan, kenyamanan, dan kasih sayang dipenuhi dengan konsisten oleh pengasuh. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, bayi mungkin mengalami ketidakpercayaan terhadap orang lain dan dunia di sekitar mereka.
2. Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (1-3 tahun)
Pada tahap ini, anak kecil mulai mengembangkan rasa otonomi atau kebebasan dalam tindakan mereka, seperti belajar berjalan, berbicara, dan melakukan aktivitas sendiri. Jika mereka didorong untuk melakukan hal-hal ini dengan cara yang mendukung, mereka akan merasa otonom dan percaya diri. Sebaliknya, jika mereka dipaksa atau dihukum karena mencoba hal-hal baru, mereka dapat merasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka.
3. Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)
Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan inisiatif untuk melakukan kegiatan dan mengambil keputusan. Mereka mengeksplorasi lingkungan mereka dan berinteraksi dengan teman-teman sebaya. Jika anak-anak didorong untuk bereksperimen dan diberi kebebasan untuk berkreasi, mereka akan merasa memiliki inisiatif. Namun, jika mereka dihukum atau dimarahi karena kesalahan kecil, mereka bisa merasa bersalah atau takut untuk mencoba hal baru.
4. Tahap 4: Industri vs. Inferioritas (6-12 tahun)
Anak-anak mulai belajar keterampilan dan pencapaian akademik di sekolah. Jika mereka menerima umpan balik positif dan mendapatkan pengakuan atas prestasi mereka, mereka akan merasa terampil dan berhasil. Namun, jika mereka gagal atau merasa dibandingkan dengan teman-teman sebaya, mereka dapat merasa inferior atau tidak mampu.
5. Tahap 5: Identitas vs. Kebingungannya (12-18 tahun)
Pada tahap remaja ini, individu mulai mencari identitas diri mereka yang unik, termasuk dalam hal nilai-nilai, kepercayaan, dan tujuan hidup. Remaja yang sukses dalam menemukan identitas mereka akan merasa yakin tentang siapa diri mereka. Sebaliknya, mereka yang gagal menemukan identitas mereka bisa merasa bingung dan tidak tahu arah hidup mereka.
6. Tahap 6: Intimasi vs. Isolasi (18-40 tahun)
Pada tahap ini, individu mulai membentuk hubungan yang lebih intim dan mendalam dengan orang lain, seperti dalam persahabatan dan hubungan romantis. Mereka yang berhasil membentuk hubungan ini merasa intim dan terhubung dengan orang lain, sementara mereka yang gagal dapat merasa terisolasi dan kesepian.
7. Tahap 7: Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)
Pada tahap dewasa tengah ini, individu cenderung fokus pada kontribusi mereka terhadap masyarakat dan generasi berikutnya, baik dalam hal pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial. Mereka yang merasa telah memberikan kontribusi yang positif merasa generatif, sementara mereka yang merasa tidak mampu memberikan kontribusi atau stagnan dalam kehidupan mereka dapat mengalami krisis stagnasi.
8. Tahap 8: Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)
Pada tahap terakhir ini, individu menilai kembali hidup mereka. Jika mereka merasa puas dengan pencapaian hidup dan merasakan keberhasilan dalam menghadapi tantangan kehidupan, mereka akan merasa integritas dan kebijaksanaan. Namun, jika mereka merasa kecewa atau menyesal atas pilihan yang telah mereka buat, mereka dapat mengalami keputusasaan.
 
Teori psikososial Erik Erikson memberikan pandangan yang holistik mengenai perkembangan manusia, yang tidak hanya terbatas pada masa kanak-kanak, tetapi juga mencakup setiap fase kehidupan. Setiap tahap perkembangan ini menawarkan tantangan dan peluang untuk pertumbuhan, dan bagaimana seseorang menghadapinya akan membentuk siapa mereka dalam tahap-tahap berikutnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun