Situasi di Haiti saat ini sangat mengkhawatirkan dan penuh dengan ketidakstabilan. Negara ini mengalami krisis keamanan dan kemanusiaan yang parah, yang diperparah oleh kekerasan geng yang semakin meningkat. Geng-geng bersenjata telah melakukan serangan terhadap lingkungan yang sebelumnya aman, kantor polisi, bandara, dan membobol dua penjara utama yang membebaskan ribuan narapidana.
Sebagai akibat dari kekerasan tersebut, ribuan orang tewas dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Banyak warga mengalami kelaparan karena persediaan makanan yang semakin menipis, dan layanan sosial penting, termasuk layanan kesehatan, berada di ambang kehancuran.
Pemerintah Haiti, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ariel Henry, telah memperpanjang keadaan darurat dan memberlakukan jam malam untuk mencoba mengendalikan situasi. Namun, kondisi keamanan tetap tidak stabil, dan Henry sendiri telah menghadapi tekanan besar, termasuk tuntutan pengunduran diri dari berbagai pihak (VOA Indonesia).
Di tengah situasi ini, upaya internasional untuk membantu Haiti sedang berlangsung. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengalokasikan bantuan sebesar $12 juta untuk mengatasi krisis ini, dan Amerika Serikat telah berkomitmen untuk menyediakan dana sebesar $200 juta guna mendukung misi keamanan multinasional yang direncanakan untuk membantu Haiti.
Warga asing, termasuk tujuh warga negara Indonesia yang bekerja di Port-au-Prince, telah diminta untuk segera meninggalkan negara tersebut karena meningkatnya risiko keamanan. Beberapa dari mereka masih bertahan karena alasan ekonomi, meskipun duta besar Indonesia telah mendorong mereka untuk segera keluar demi keselamatan.
Secara keseluruhan, situasi di Haiti sangat tidak menentu dan memerlukan perhatian serta bantuan internasional yang berkelanjutan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi negara tersebut.
Beberapa pelanggaran HAM yang utama meliputi:
1. Kekerasan dan Pembunuhan: Sejak 2023, ribuan orang telah terbunuh atau terluka akibat kekerasan geng. Pada awal 2024 saja, lebih dari 1.500 orang tewas dan lebih dari 800 terluka. Kekerasan geng juga menyebabkan sejumlah besar orang mengungsi dan mengalami kehilangan akses terhadap layanan dasar.
2. Kekerasan Seksual: Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan digunakan oleh geng sebagai alat untuk mengintimidasi dan mengontrol populasi. Banyak perempuan diperkosa selama serangan geng, sering kali setelah menyaksikan suami mereka dibunuh. Pelecehan seksual terhadap anak-anak dan penggunaan mereka sebagai anggota geng juga dilaporkan.
3. Penculikan: Penculikan untuk tebusan adalah praktek umum di Haiti, dengan ratusan orang diculik oleh geng setiap tahunnya. Penculikan sering disertai dengan kekerasan seksual terhadap para sandera untuk memaksa pembayaran tebusan oleh keluarga mereka.
4. Pelanggaran terhadap Anak-anak: Anak-anak sering direkrut oleh geng dan dipaksa untuk terlibat dalam kekerasan. Mereka yang mencoba melarikan diri seringkali dibunuh. Anak-anak juga mengalami kehilangan akses terhadap pendidikan karena sekolah-sekolah ditutup akibat kekerasan.