“Saya terima nikahnya Marisa Sukma Dewi binti Dharmawan Sukma Dinata dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucap Tio dalam sekali tarikan napas pagi itu.
Aura kebahagiaan jelas terpancar dari Risa dan Tio saat menerima ucapan selamat dari keluarga dan para tamu undangan. Aya yang hari itu tampak begitu cantik mengenakan kebaya merah muda, tampak sibuk berbincang dengan mama Risa dan saudara-saudara sepupunya dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.
Setelah dilihatnya tidak ada lagi antrian tamu yang memberikan selamat kepada orangtuanya, Aya mendekat ke Risa dan Tio. Dipeluknya Risa dan dikecupnya pipi Risa sambil berkata, “Sekarang Bu Risa sah menjadi bundaku.”
Risa tertawa dan balik mengecup pipi Aya sambil berkata, “Sekarang Aya sah menjadi anak cantiknya bunda.”
Tio yang mendengar percakapan kedua wanita yang dicintainya itu tergelak tertawa dan kemudian memeluk mereka berdua.
***
“Bundaaa…..Aya ambil pembalut di lemari bunda yaa,” teriak Aya dari kamar sebelah.
Risa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil beranjak menuju kamar Aya. Dilihatnya Aya sudah memegang pembalut di tangannya. Risa lantas berkata, “Anak gadis kok teriak-teriak gitu sih ? Apalagi minta pembalut, memangnya Aya ga malu kalau didengar Papa”
“Hehehe…habisnya tadi kan bunda baru di dapur,” jawab Aya sambil tersenyum lebar.
“Memangnya pembalut Aya habis ?” tanya Risa sambil membaringkan diri sejenak di tempat tidur Aya. Beberapa hari ini ia mudah merasa lelah, apalagi mereka masih sibuk berbenah rumah sejak pindah ke Jakarta tiga bulan yang lalu dan ditambah dengan kini ia sedang mempersiapkan diri untuk melakukan pameran lukisan bersama beberapa teman pelukis.
“Sudah habis Bun, dan bulan ini kita kan belum belanja bulanan lagi Bun,” jawab Aya yang lantas ikut berbaring di tempat tidur dan memeluk bundanya.