Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polemik Protes Pemblokiran Situs Islam Bermuatan Radikal

6 April 2015   16:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:28 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_359370" align="aligncenter" width="624" caption="kanalwan.com"][/caption]

Sekalipun mungkin tindakan pemerintah memblokir 19 situs Islam bermuatan radikal dianggap terburu-buru, namun kebijakan tersebut tidak melanggar hukum. Konteks kasus ini adalah pemerintah tengah dihadapkan pada masalah yang mengancam keamanan Indonesia, yakni radikalisme, sehingga diperlukan tindakan yang cepat untuk menanggulanginya.

Memamg media online tidak memiliki lembaga otoritatif layaknya radio dan televisi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tersebar di tingkat pusat dan daerah, sehingga pengawasannya cukup luas dan sulit. Akses dunia maya yang tanpa batas membuat bentuk pengawasan mengalami pendekatan yang berbeda, yakni menggunakan bantuan pihak ketiga melalui laporan dari para netizen yang biasa dikenal sebagai report as spam. Dari laporan-laporan inilah kemudian pemerintah melakukan analisa untuk kemudian menentukan kebijakan mengenai pemblokiran.

Lalu apakah benar bahwa pemblokiran 19 situs terkait merupakan bentuk pembungkaman media Islam? Apakah benar tuduhan melanggar undang-undang (UU) pers? Memang benar UU pers Indonesia mengakui adanya media online, namun hanya secara eksplisit saja. Sebutan lembaga pers yang tertuang di dalam undang-undang terkait adalah lembaga legal yang mengelola tulisan, gambar, dan saluran lainnya, termasuk di dalamnya media online. Namun untuk undang-undang mengenai pengawasan media, kanal-kanal informasi di duni maya sama sekali tidak disinggung layaknya televisi dan radio.

Tuduhan pun kian diperkeruh oleh sikap yang ditunjukkan oleh anggota DPR terkait kasus pemblokiran ini. DPR sebaiknya melihat realitas yang sebenarnya sebelum mengkritik kebijakan yang diambil oleh Kemenkominfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ada baiknya tuduhan yang dilontarkan oleh DPR tersebut berlandaskan pada infrastruktur hukum yang jelas. Karena bagaimanapun juga tugas negara adalah melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman bahaya, termasuk radikalisme. Adapun tindakan pemblokiran adalah salah satu upaya dini untuk menanggulangi ancaman tersebut.

Lebih dari itu, tindakan pemblokiran juga bertujuan untuk melindungi situs-situs terkait dari ancaman perkembangan paham radikal yangmenyusupinya. Pemblokiran sendiri tidak bersifat mutlak karena dapat dikondisikan aktif kembali jika pihakyang terblokir berkenan untuk berkompromi dengan aturan yang ditetapkan pemerintah. Jika kemudian muncul kekhawatiran mengenai akan padamnya eksistensi media-media online yang diblokir, maka tindakan pemblokiran dapat menjadi pelajaran untuk berbenah menjadi lebih baik untuk kemaslahatan bersama.

Namun ada satu catatan bagi pemerintah untuk hati-hati dalam menetapkan kebijakan dalam menanggulangi terorisme dan melindungi publik dari media-media penyebar kebencian. Pemerintah harus selektif dalam menganalisa laporan terkait paham negatif di internet. Hal ini bertujuan agar di kemudian hari pemerintah dapat menetapkan kebijakan deradikalisi dengan tepat dan meminimalisir munculnya polemic di tengah masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun