Kita tahu bahwa Indoensia yang besar dan luas ini dicetuskan dan dibangun atas banyak perbedaan. Ada etnis yang berbeda dan tumbuh dengan keyakinan lokal seperti animisme dan dinamisme. Lalu beberapa pihak datang kebanyakan karena berdagang karena Nusantara kaya akan hasil rempah yang sangat mahal di perdagangan dunia saat itu.
Pihak-pihak yang datang itu membawa hal atau pengaruh baru itu diterima oleh masyarakat lokal dan berkembang dengan baik. Lambat laun muncul komunitas-komunitas yang punya kesamaan geografis, dan cita-cita bersama sehingga muncul kesultanan dan kerajaan Nusantara. Kesultanan ini sebagian besar punya keyakinan sama yaitu agama Islam.
Kesultanan di Nusantara pernah mencapai 70 kesultanan, mulai dari Samudra Pasai sampai kesultanan di Ternate--Tidore yang berkembang dengan sangat pesat. Umumnya mereka punya pengaruh yang baik terhadap lingkungan sekitar serta bersikap toleran.
Mungkin sebagian kita masih ingat dengan kisah bagaimana kristen berkembang baik di Papua. Hal itu tak lepas dari sikap toleran yang ditunjukkan oleh Sultan Tidore. Pada saat itu Papua masuk dalam penguasaan kesultanan Tidore. Dua misionaris yangberasal dari barat bernama Otoww dan Geissler meminta izin Sultan Tidore untuk bisa menyebarkan agama di Papua. Mereka diizinkan, Â diantar orang lokal dan mulai menyebarkan agama kristen pada tahun 1855 di sekitar Manokwari.
Kini Kristen baik protestan dan katolik berkembang dengan baik di Papua dan sebagian Ambon. Wilayah Ternate dan Tidore juga tak lepas dari sikap toleransi dari masyarakatnya sebagai warisan sifat baik dari pendahulu mereka. Sedangkan agama Islam berkembang dengan sangat pesat di Indonesia dan bahkan dipeluk oleh sekitar 92,5% dari seluruh penduduk Indonesia. Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan pemeluk muslim yang besar di dunia; yang disegani oleh banyak negara karena mampu menjaga pluralisme dengan baik.
Hanya saja memang ada sebagian orang yang membelokkan bahkan melenceng dari ajaran agama masing-masing yang mengharuskan masing-masing orang untuk bersikap toleran terhadap pmeluk aama lain. Sebagian orang itu seringkali bersikap bak provokator yang menyulut kemarahan banyak orang bergerak dan berkonflik dengan pihak lain.
Karena itu pada suasana tahun  baru seperti sekarang ini, mungkin kita perlu melihat sejarah soal kehidupan bersama dengan pihak lain. Mungkin kita bisa belajar dari Sultan Tidore  yang berempati dengan misionaris bergama lain dan memberi ruang dan fasilitas bagi berkembangnya umat lain di wilayahnya.
Dengan semangat itu mungkin konflik dan pertentangan dengan umat lain tidak terjadi.
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H