Penulis punya putri tetangga yang empat tahun lalu (sebelum pandemi) diterima di sebuah universitas negeri terkemuka di provinsi kami. Saat itu keluarga itu amat girang karena salah satu anak mereka diterima di universitas paling terkenal di provinsi kami. Tidak banyak pemuda yang bisa menembus universitas itu mengingat kota kami adalah sebuah kota kecil yang jauh dari ibukota provinsi dimana fasiltas pendidikan juga amat terbatas.
Kepergian sang putri dilakukan dengan gempita. Sang bapak dan ibu mengantar sang anak sampai ke kota tujuan. Sang ibu menyempatkan diri untuk menginap selama beberapa saat untuk memastikan sang anak dapat belajar dengan lingkungan yang nyaman. Para tetangga melepasnya dnegan doa-doa yang paling tulus dan berharap dia dapat lulus tepat waktu.
Namun apa yang terjadi kemudian ?
Ternyata fakta tidak sesuai dengan harapan sang orangtua , kerabat dan para teman di kampung. Setelah dua tahun menuntut ilmu di universitas itu, sang anak ternyata terjerembab ke lingkungan yang bersifat intoleran bahkan nyaris radikal. Dia masuk dalam organisasi yang dikenal sangat intoleran karena bujukan salah satu teman yang dikenal di perpustakaan kampus.
Dengan cerita soal agama yang agung sang teman mengenalkannya pada militansi agama yang di luar nalar. Sang anak yang polos menerima dan tidak sadar telah salah langkah.
Segera setelah mendengar soal anaknya itu, sang ayah yang merupakan tokoh agama yang sangat moderat memaksa sang anak untuk kembali ke kampung dan melupakan sejenak soal kuliah putrinya yang begitu membanggakan itu. Dia tidak rela anaknya bersinggungan dengan organisasi yang radikal dan mengajarkan militansi secara salah.
Islam sebagai agama memang mengajarkan umatnya untuk punya sikap militan soal agama. Islam juga menganjurkan mendakwahkan agama serta bersemangat melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar, karena itu adalah perintah agama.
Namun sejatinya Islam dalam banyak ayat di al-Quran serta hadists nabi yang meminta umatnya untuk menghargai perbedaan. Menghargai perbedaan sama halnya dengan bersikap toleran, artinya menghormati dan menghargai orang atau pihak lain yang memiliki keyakinan dan pendapat. Intinya adalah sikap militan memang penting tapi toleran juga penting.
Itulah jadi alasan penting kenapa tetangga yang merupakan ayah sang anak yang sedang menuntut ilmu dan terjerembab di lingkungan radikal itu tidak rela membiarkan sang anak berjalan ke arah yang salah. Ia yang merupakan tokoh agama yang sangat toleran di kampung  menginginkan anaknya kembali menjalami agama dengan benar; militan sekaligus toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H