Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merefleksi Keberagaman Kita

2 November 2019   10:45 Diperbarui: 2 November 2019   10:54 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia tgl 17 Agustus 1945, konsep bernasib satu dan memperjuangkan cita-cita yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia tertuang dalam Sumpah Pemuda 1928. Memang saat itu belum ada yang menyebut sebagai Sumpah Pemuda, namun intinya mereka mau menyatukan diri atau melebur cita-cita dan keinginan mereka menjadi satu meski latar belakang mereka berbeda.

Ambon sangat berbeda dengan Jawa. Begitu juga Minang, amat beda dengan Bali. Begitu juga NTT beda benget dengan Aceh. Mereka juga datang jauh-jauh dari daerah untuk datang pada kongres yang sebenarnya memperkenalkan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan.

Semangat dan konsep itu diteruskan menjadi konsep utama para founding fathers menetapkan kemerdekaan dengan didukung oleh seluruh unsur yang mewakili Indonesia. Sehingga terjadilah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kini setelah nyaris satu abad berlalu, konsep dan semangat bersatu berdasar perbedaan itu mulai luntur karena beberapa pihak merasa berbeda satu sama lain. Kasus intoleransi itu mulai menjadi sesuatu yang mengganggu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Misalnya kita lihat di bidang pendidikan, anak-anak kecil seusia PAUD mulai mengenal politik identitas yang belum selayaknya dia mengenalnya. Politik identitas itu mengarah pada struktur berfikir berbeda berdasar hal-hal tertentu sehingga menyebabkan seseorang bertidak berdasarkan hal-hal berbeda itu. Contohnya kebijakan yang bersifat diskriminatif dan lain-lain. Hal ini tentu belum layak untuk dikonsumsi oleh anak yang berusia PAUD atau SD sekalipun.

Kita juga melihat bahwa di media sosial mulai marak orang memperlihatkan intoleransi. Mereka tidak bisa lagi menerima teman-teman atau kaum yang berbeda dengan mereka, terlebih jika berbeda agama. Parahnya lagi konsep-konsep ini seakan dipopulerkan oleh pemukapemuka agama atau orang yang berpengaruh yang punya kecenderungan radikal.

Karena itu kita sepertinya harus melihat kembali apa yang telah kita tetapkan soal keberagaman di Indoensia. Sumpah Pemuda ataupun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sama sekali tidak mempersoalkan perbedan. Dua peristiwa itu malah menganggap bahwa perbedaan adalah energy pemersatu bagi terbentuknya bangsa bernama Indonesia. Bagaimanapun dan selama apapun, Indonesia adalah satu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun