Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haji dan Toleransi

2 Agustus 2019   12:57 Diperbarui: 2 Agustus 2019   13:04 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang menarik dari kunjungan presiden Indonesia, Joko Widodo ke Arab Saudi  pada April lalu sesaat setelah Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden.  Saat itu didapat kabar bahwa Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud memberi tambahan kuota haji bagi Indonesia sebanyak 10 ribu orang, yaitu dari 221 ribu menjadi 231 calon jemaah. Penambahan kuota itu tentu amat membahagiakan Presiden Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia karena minat orang Indonesia terhadap haji amat tinggi.

Minat tinggi itu bisa kita lihat dari daftar tunggu yang sangat panjang. Seseorang harus menunggu 10 sampai 20 tahun untuk dapat menunaikan rukun kelima dalam Islam tersebut. Bahkan ada yang sampai 30-40 tahun. Waktu yang amat panjang bagi seseorang atau sebuah keluarga. Sehingga tidak heran banyak jamaah haji Indonesia yang berusia lanjut dan beberapa meninggal di Arab Saudi. Haji bagi umat Islam Indonesia adalah jihad dalam arti sebenarnya.

Penambahan ini adalah perlakuan istimewa pemerintah Arab kepada negara Indonesia. Selain Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim yang sangat besar, Indonesia juga merupakan negara yang mengirim haji terbanyak selama musim haji di Arab Saudi. Diantara 2-3 juta jemaah haji setiap tahun, jamaah Indonesia mencapai jumlah 231 ribu jamaah. Bandingkan dengan Malaysia yang sekitar 30-50 juta, Pakistan , Brunei dan beberapa negara lain. Indonesia tetap merajai dalam hal jumlah.

Ketika Presiden Joko Widodo ingin lebih dari penambahan 10 ribu itu, raja Arab mengatakan bahwa itu belum bisa dilakukan oleh negara Arab karena mereka juga harus melayani negara lain yang punya kebutuhan untuk mengirimkan jamaahnya ke Arab Saudi.

Saat pelaksanaan jemaah haji, jemaah haji kita memang harus berbaur dengan jamaah haji yang berasal dari negara lain. Dari jamaah yang berasal dari beberapa negara di Afrika, beberapa negara di Eropa , Australia dan benua Asia. Mereka berasal dari kultur berbeda tapi mereka memiliki satu semangat yang sama yaitu beribadah haji.

Sumber: merdeka.com
Sumber: merdeka.com

Bisa saja di lapangan, kultur itu saling bertumbukan karena lain lading lain ilalang. Kebiasaan satu negara berbeda dengan negara lain. Semisal kebiasaan makan. Ada kultur ketika seseorang makan, bunyi kecapan makan diperdengarkan. Tanda bahwa dia menghargai pemasak atau tanda bahwa makanan itu enak. Tapi ada kultur yang menghindaran berbunyi kecapan ketika makan. Seperti kultur kita berbunyi ketika makan dianggap tidak sopan.

Perbedaan kultur itu akan "bertemu" di Arab sehingga semangat toleransi diperlukan di sana. Mereka harus toleran terhadap bermacam kebiasaan berbeda dari jemaah haji di sana.

Begitu juga ketika kembali ke tanah air. Perbedaan di negara kita sangat banyak dan ketika jamaah haji kembali ke tanah air, dia juga harus tetap menghargai perbedaan itu, termasuk perbedaan iman / kayakinan. Di sinilah kebesaran jiwa dan semangat Ibrahim diperlukan agar segala sesuatunya berjalan dengan baik dan harmoni. 

Selamat menunaikan ibadah haji, selamat bertoleransi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun