Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan Penangkal Benih Teror

21 April 2016   10:18 Diperbarui: 21 April 2016   10:24 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: wacana.siap.web.id"][/caption]Hari ini kita memperingati hari Kartini. Sebuah penghargaan terhada perjuangan para perempuan, dalam mewujudkan kesetaraan gender. Emansipasi wanita. Sejak era para pendahulu, perempuan sudah melakukan perjuangan. Berjuang sesuai dengan kapasitasnya. Lalu apakah saat ini perempuan sudah pada titik merdeka? Saya rasa kok belum. Masih banyak ketidakadilan yang dirasakan perempuan di dalam keluarganya.

Dalam lingkungan kelompok radikal keagamaan, banyak kita lihat para perempuan yang ditinggal pergi suaminya dengan alasan untuk berjihad. Pergi ke daerah konflik, ke Suriah, Afganistan, atau menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri. Publik tidak pernah tahu bagaimana jeritan hati para istri pelaku terorisme ini. Berbagai media memberitakan bagaimana perlakuan pimpinan ISIS terhadap para istri-istrinya. Tak jarang para istrinya itupun memilih pergi meninggalkan Abu Bakar al-Baghdadi.

Di Indonesia, saya pikir juga banyak terjadi. Sebuah media nasional pernah memberitakan bagaimana kondisi istri Santoso, teroris yang paling diburu oleh pemerintah Indonesia saat ini. Dalam kondisi yang serba terbatas, sang istri harus mencari nafkah sendiri. Sementara, suaminya pergi ke hutan dalam waktu yang lama, dengan istri yang lainnya. Para istri teroris ini, umumnya memilih diam. Perasaan mereka lebih mendominasi logika. Namun, mereka tetap membesarkan anak-anaknya, berharap sang anak tidak mengikuti jejak ayahnya.

Hal diatas hanyalah contoh kecil saja. Bahwa perjuangan para perempuan untuk mendapatkan haknya, masih terus berlangsung hingga saat ini. Kian masifnya kekerasan yang mengatasnamakan agama, terus membuat para ibu harus kerja keras menjaga anak-anaknya. Kita juga tahu, sempat beredar buku bacaan untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), mengenai radikal keagamaan. Kita juga tahu bagaimana masifnya propaganda ISIS melalui dunia maya, yang sering diakses para anak-anak kita.

Karena itulah, peranan para ibu untuk mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang toleran dan  bertanggung jawab sangat penting. Jangan sampai, para generasi muda kita terjangkit virus kekerasan yang mengatasnamakan agama. Sudah banyak para generasi muda Indonesia, yang meninggal gara-gara menjadi pelaku peledakan bom. Sudah banyak pula anak muda kita, yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Jika ana-anaknya mulai berbuat kasar, para ibu harus segera bertindak. Bisa jadi benih kekerasan ini karena pergaulan, karena pemahaman yang salah, atau karena faktor lain. Pendekatan seorang ibu harus mampu mendeteksi benih terorisme dalam keluarga. Jangan sampai anak-anak harapa keluarga, terjangkit virus kekerasan berbasis agama. Untuk itulah, pendidikan berbasiskan kasih sayang perlu terus dikedepankan. Pendidikan karakter harus terus dilakukan. Melalui sistem pendidikan inilah, kita bisa menangkal benih-benih terorisme dalam keluarga.

Begitu besarnya perananan para ibu rumah tangga, dalam menangkal benih-benih terorisme. Upaya untuk menjaga keluarga dari pengaruh sesat, merupakan bentuk perjuangan perempuan masa kini. Perjuangan perempuan di era Kartini dan sekarang, memang berbeda. Namun, perjuangan itu nyatanya masih belum berhenti, hingga saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun