Mohon tunggu...
Intan Permatasari
Intan Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi masak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia: Indonesia Harus Gandeng Asean

30 Mei 2024   13:42 Diperbarui: 30 Mei 2024   13:56 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Saat kita memikirkan wilayah perairan yang strategis dan diperebutkan oleh negara-negara di dunia, kita tak akan lupa dengan adanya Laut China Selatan (LCS) sebagai salah satunya. Laut China Selatan adalah laut bagian tepi dari Samudra Pasifik yang membentang dari dari Selat Karimata dan Selat Malaka, hingga Selat Taiwan dengan luas kurang lebih 3.500.000 km². Wilayah ini menjadi jalur perdagangan internasional, selain itu LCS juga memiliki kekayaan biota laut yang mampu menopang kebutuhan pangan jutaan orang di Asia (Robin, 2011). LCS memiliki ekosistem laut yang beragam, termasuk terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun yang mendukung keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Ekosistem ini tidak hanya penting untuk kelangsungan berbagai spesies laut, tetapi juga berperan dalam mitigasi perubahan iklim, seperti penyerapan karbon dan perlindungan pantai dari erosi.Karena banyaknya kelebihan dan manfaat LCS ini, LCS menjadi sumber konflik yang kompleks dan melibatkan berbagai klaim teritorial oleh beberapa negara, yaitu Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.

Klaim Tiongkok atas hampir seluruh wilayah LCS melalui peta sembilan garis putus (nine-dash line) telah menimbulkan ketegangan yang signifikan di kawasan ini. Meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam sengketa klaim teritorial utama, klaim Tiongkok tersebut tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna. Pada Juli 2017, untuk menegaskan kedaulatannya, Indonesia mengganti nama batas utara zona ekonomi eksklusifnya di Laut Tiongkok Selatan menjadi "Laut Natuna Utara" yang terletak di sebelah utara Kepulauan Natuna, berbatasan dengan ZEE selatan Vietnam dan bagian selatan Laut Tiongkok Selatan (Prashanth Parameswaran, 2017).  Kapal-kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai Tiongkok juga sering kali memasuki wilayah ZEE Indonesia tanpa izin, hal ini mengancam sumber daya perikanan Indonesia yang mengakibatkan kerugian ekonomi bagi nelayan lokal.

Indonesia, sebagai negara maritim yang kaya akan sumber daya alam, memiliki kepentingan strategis dalam menjaga kedaulatan di wilayah perairan, termasuk LCS. Erik Purnama, Co-Founder ISDS pernah mengatakan dalam webinar bertema "Menjaga Kedaulatan dan Mencari Kawan di Laut China Selatan" pada 19 Maret 2024,  bahwa pemerintah Indonesia sendiri mungkin tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani ancaman ini secara mandiri. Indonesia telah memperkuat kehadiran militer di kepulauan Natuna, tapi sebagai negara non-blok, Indonesia memiliki keterbatasan dalam membentuk afiliasi militer. Oleh karena itu, Indonesia harus menggandeng anggota ASEAN untuk menyuarakan aspirasinya dan memperkuat posisinya dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan di LCS.

 ASEAN telah menjadi platform penting untuk dialog dan negosiasi antara negara-negara anggotanya, termasuk dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan LCS. Dengan menggunakan ASEAN sebagai mekanisme dialog, Indonesia dapat bersama-sama dengan negara-negara tetangga mempromosikan perdamaian, kestabilan, dan keamanan di kawasan LCS. Mengingat peran sentral republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam kawasan LCS, Indonesia harus berhati-hati dalam menangani konflik ini. Pendekatan yang konfrontatif dapat memperburuk situasi dan mengancam stabilitas regional. Kerjasama dan dialog yang konstruktif dengan RRT menjadi kunci penting dalam mempromosikan kedamaian dan stabilitas di LCS. Indonesia perlu mengedepankan diplomasi yang berbasis pada prinsip-prinsip hukum internasional, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), kesadaran akan pentingnya kedaulatan di kalangan masyarakat Indonesia sudah cukup baik. jika kedaulatan sebuah negara didasarkan pada hukum, maka kedaulatan tersebut akan bersifat mutlak karena menjadi rujukan utama dalam menentukan hak dan kewajiban suatu negara. Dengan merujuk pada hukum, negara dapat menegakkan hak-haknya secara tegas dan adil di mata internasional sambil terus memperkuat hubungan bilateral dengan RRT. Pendekatan ini memungkinkan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatannya sekaligus mendorong penyelesaian sengketa secara damai.

Selain itu, Indonesia juga perlu menggalang dukungan dari negara-negara ASEAN lainnya dan aktor internasional untuk menciptakan front yang bersatu dalam menghadapi tantangan di LCS. Melalui kerjasama multilateral dan dialog yang berkesinambungan, Indonesia dapat memainkan peran sebagai mediator yang berpengaruh dalam meredakan ketegangan dan mendorong solusi yang adil dan berkelanjutan di LCS. Dengan demikian, kerjasama dan dialog konstruktif tidak hanya penting untuk menjaga hubungan baik dengan RRT, tetapi juga untuk memastikan stabilitas dan keamanan di kawasan yang vital ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun