Film Nada Untuk Asa yang disutradarai Charles Gozali awalnya adalah judul novel karya Ita Sembiring yang kemudian dibuatkan drama musikal dan film. Saya telah melihat drama musikalnya dan pada 22 Desember 2014 saya beruntung mendapat undangan menyaksikan premier filmnya. Film ini akan diputar di publik mulai 5 Februari 2015. Para pemain film utama: Marsha Timothy, Acha Septriasa, Mathias Muchus dan Darius Sinathrya bermain bagus. Marsha Timothy saya pujikan dapat membawakan tokoh Nada dengan sangat baik. Indah!.
Diawali dengan upacara pemakaman suami Nada yang meninggal dunia akibat terserang kanker paru-paru. Nada, seorang ibu dengan 2 anak lelaki dan 1 bayi perempuan harus merelakan suaminya tercinta berpulang. Nada sangat memuliakan suaminya, hingga usai pemakaman hidupnya berubah mendengar kabar dari dokter Arya, dokter yang terakhir merawat suaminya. Dokter Arya menyatakan bahwa suaminya meninggal dunia bukan karena kanker, namun mengidap AIDS. Suami Nada melarang dokter Arya menyampaikan informasi penyakitnya kepada Nada, ia tidak ingin Nada terluka.
Sungguh beban berat yang harus ditanggung seorang Nada, ayah kandung dan adiknya menolaknya. Ayahnya yang mantan hakim agung ternyata turut menghakiminya, menghakimi seorang korban - putrinya sendiri. Ia semakin terpuruk saat mendapati hasil tes Asa bahwa bayinya tertular virus HIV dari air susu yang diberikannya. Nada seorang ibu rumah tangga suci yang sangat menjaga martabat suaminya harus menjadi korban.
Nada tidak pernah dapat mempercayai dirinya bahwa suami yang dimuliakannya pernah selingkuh. Ia harus menerima kenyataan bahwa petaka muncul sejak 4 tahun yang lalu saat suaminya ditugaskan ke luar kota selama 1 bulan lebih tanpa dirinya dan berkencan dengan kekasih lamanya.
Dengan dukungan kedua mertuanya dan adik iparnya Nada mulai dapat menerima kenyataan hidup. Ia tegar membesarkan Asa yang kemudian tumbuh menjadi gadis yang ceria dan mandiri. Nada mengajarkan kepada Asa untuk berani menghadapi hidup: "Berani menyatakan hidup adalah sebuah pilihan". "Bagi banyak orang berani mati adalah luar biasa.. Namun seorang perempuan positif (HIV AIDS) mengajarkanku untuk berani hidup", kata Asa kepada Wisnu yang mencintainya.
Recommended!. Film ini berhasil memberi penyadaran kepada saya betapa HIV AIDS merupakan masalah sosial kita bersama, bahwa penderita adalah korban terbanyak kaum perempuan ibu rumah tangga, mereka yang tidak tahu-menahu aktifitas seksual suaminya di luar rumah. Penderita seharusnya dirangkul agar kualitas hidup mereka tidak menurun. HIV AIDS tidak dapat disembuhkan, namun kualitas hidup penderita yang bagus akan memperpanjang usia.
Fenomena HIV AIDS adalah fenomena gunung es di Indonesia, data di permukaan tidak signifikan dibanding negara lain namun kenyataan jumlah penderita berkali lipat. Sosialisasi tentang pencegahan HIV AIDS agar: "Hanya setia kepada pasangan yang sah, tidak berganti-ganti pasangan, pantang/puasa seks dan bila tidak mampu menahan syahwat gunakan kondom" perlu semakin digalakkan. Pendidikan seks yang sehat dapat mulai diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi dengan metode yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan anak.
OooOOO00O
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H