Bahasa isyarat merupakan satu hak penghormatan kepada kaum disabilitas rungu. Sebagaimana UU no. 8 tahun 2016 pasal 24 bagian c yakni hak memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa bahasa isyarat. Pemerintah Pusat dan Daerah pun wajib mengupayakan ketersediaan penerjemah bahasa isyarat dalam layanan umum, seperti pendidikan, lembaga negara, kesehatan, kegiatan peribadatan sesuai pasal 82 dan di sektor kebudayaan dan pariwisata pasal 85.
Meski gadget sudah memiliki aplikasi penerjemah suara ke dalam tulisan, namun unsur sentuhan "manusiawi" antara komunikator dan komunikan tidak tergantikan oleh mesin. Sentuhan dan sapa kehangatan dari sesama manusia sungguh menghidupi jiwa.Â
Awal mengenal bahasa isyarat, saya terkesima dan sangat antusias, karena bisa praktek langsung dengan para anggota disabilitas rungu di ABK UMKM (Yayasan Griya Bina Karya Anak Berkebutuhan Khusus), yayasan yang saya dirikan. Kalau saya perhatikan para anggota tunarungu nampak pendiam, namun bila kita menyapa mereka dengan bahasa isyarat, wah ternyata mereka sama dengan non-disabilitas lainnya lho, nampak lebih ceria dan riang "banyak omong dan cerita" dengan mata berbinar.
Di tahun 2022 masih di masa pandemi Covid, ada tawaran dari Paroki Ciputat Gereja Katolik St. Nikodemus, bahwa ada pembukaan workshop belajar bahasa isyarat Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) gratis untuk para calon juru bahasa isyarat (JBI) misa umat berkebutuhan khusus. Penyelenggara kegiatan adalah Workshop Disabilitas KAJ (Keuskupan Agung Jakarta) bertempat di Gereja St. Maria Regina (Sanmare), Bintaro Jaya.Â
Saya mendaftarkan diri bersama 5 teman lain dari Paroki Ciputat, namun yang bertahan hingga selesai 9 bulan pelatihan hanya saya sendiri. Setelah belajar 9 bulan, kami harus siap melayani menjadi JBI di misa UBK (Umat Berkebutuhan Khusus).
JURU BAHASA ISYARAT (JBI)
JBI banyak dibutuhkan saat ini, karena setiap lembaga negara dan unit di pemerintahan baik pusat dan daerah diwajibkan memiliki JBI sesuai amanat UU no. 8 tahun 2016.
Tugas JBI adalah menerjemahkan bahasa penutur ke bahasa isyarat atau sebaliknya, dari bahasa isyarat ke bahasa non-isyarat. JBI harus menerjemahkan kata atau mencari padanannya, sehingga informasi sampai kepada disabilitas atau non-disabilitas dengan sesuai, jelas dan dapat dipahami.Â
FAKTOR PENTING BELAJAR BAHASA ISYARAT
Awal belajar bahasa isyarat, saya masih bingung, wah ternyata sistem yang digunakan di Indonesia bahkan di seluruh dunia tidak sama. Namun yang saya jadikan pegangan sesuai ajaran para pelatih adalah: