yah mungkin dalam kata judul diatas memang sangat asing bagi umumnya tapi ada juga yang mengerti kosa kata yang saya pakai diatas tersebut.
kata ndeso "pelafatan yang ditekankan lebih lama diawal pengucapan" identik dengan bahasa orang jonegoroan(bojonegoro)
kabupaten yang saat ini terkenal dengan kota minyak, dah bahkan di buku kuno juga sudah menjelaskan bahwa bojonegoro pada masa kolonial dulu sudah dilakukan penyedotan minyat mentah dengan cara tradisional. ini juga menjadikan kota ini bertransformasi dari kota yang tidak terkenal menjadi terkenal dari aspek geografis dan ekonominya entah di kancah nasional maupun internasional, ini tak luput dari sentuhan tangan dari pemimpin daerah bojonegoro sendiri, dimana beliau memberikan motivasi agar masyarakat bojonegoro ini menjadi kota yang maju baik infrastruktur dan perekonomiannya, disela-sela pidatonya beliau juga mempunyai rencana adanya dana abadi dari penyerapan pendapatan minyak bumi tsb kita kembali kepada gaya dari anak-anak desa di bojonegoro sendiri, saya tidak akan membahas mengenai gaya hidup di kota kabupaten bojonegoro, akan tetapi di daerah yang terkena dampat pengeboran minyak di desa mojodelik sendiri. Dulu desa mojodelik adalah sebuah desa yang jauh dari kata baik dari infrastruktur jalannya, dan menjadi desa yang tertinggal, yah itu dulu, kalau sekarang lihatlah sendiri, bagaimana keadaan yang berubah drastis disana, jalanan disana sudah aspal semua. ini juga berdampak dalam gaya masyarakat disana yang tanahnya dibelioleh perusahaan minyak disana, ada yang membelikan tanah lagi, membuat rumah bagus,dan membeli mobil, dan banyak sekali. yah itu terserah mereka mau memakai uangnya untuk apa saja, hak mereka semua. saya fokuskan ke bidang sosial, dimana dulu desa mojodelik suka gotong royong, bahu membahu untuk membantu tetangganya, akan tetapi sekarang jarang sekali ada rasa gotong royong disana,bukan sudah tidak ada akan tetapi sudah jarang terlihat, karena pergeseran nilai sosial disana. bila menyuruh orang atau tetangganya yah harus dikasih upah, kalau tidak, yah gak mau!. sekian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H