Sebelum membaca lebih lanjut, silakan baca bagian sebelumnya: Melewati Deru Prahara (I)
Febi memejamkan mata dengan hati pedih. Mestinya ia tidak mengajak George mengunjungi paman Pedro, adik mama yang dokter itu, ketika George menawarkan sebentuk cincin pertunangan.
Tetapi ia tidak ingin ada sesuatu dalam dirinya, misalnya penyakit, yang tidak diketahui George. Demikian pula sebaliknya. Hanya itu!
Namun, hasil pemeriksaan paman Pedro, meski diucapkan dengan kata-kata dan senyum yang teramat tenang, terasa bagaikan bom yang tiba-tiba meledak di telinga Febi.
“Ada satu hal yang patut menjadi pertimbangan kalian sebelum memasuki jenjang pernikahan. Masalahnya, Rhesus kalian tidak sama. George, hasil pemeriksaan menunjukkan Rhesus-mu positif. Sedangkan Febi negatif. Hal ini berbahaya, terutama bagi keturunan kalian nanti. Biasanya, anak itu akan gugur dalam kandungan. Kalaupun ia sempat lahir dengan selamat, kemungkinan besar daya tahan tubuhnya akan sangat lemah sehingga mungkin sekali meninggal dalam usia muda.”
Febi merasa matanya tiba-tiba berkunang-kunang. Kepalanya berdenyut-denyut, sakit sekali. Hatinya terasa begitu nyeri.
Diliriknya George. Cowok itu juga sedang menatapnya. Tetapi di wajah itu Febi tidak dapat melihat sepasang mata biru yang teduh, yang selalu siap menghibur dan melindunginya.
Yang ada hanya sepasang mata yang muram tersapu kabut duka. Semuram wajahnya. Febi tahu, semuram itu pula hati George.
Febi mengerti. George pasti merasa terpukul sekali. Lima tahun ia memberikan cinta, kasih sayang, dan perhatian kepada Febi. Lima tahun ia melangkah di sisi Febi, melindungi dan menghibur Febi. Tetapi sekarang ….
“Tidak apa-apa,” Paman Pedro tersenyum sambil menepuk bahu George. “Apa yang paman uraikan tadi hanya pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia sangat terbatas. Kalau memang Tuhan menghendaki, mukjizat selalu mungkin terjadi.”
George berusaha tersenyum untuk menutupi lukanya. Kemudian diajaknya Febi keluar dari ruang praktek paman Pedro. Mereka melangkah berdua, tanpa kata.
“George,” Febi berbisik memecah keheningan yang tercipta. Dipegangnya tangan George.