Siapa yang tega melihat sesama manusia dilukai dan dibunuh? Bukankah manusia diciptakan untuk saling mencintai?
Mungkin kesadaran universal akan makna kemanusiaan inilah yang dihayati oleh ribuan warga Rusia yang turun ke jalan untuk memprotes keputusan pemerintah Rusia menyerang Ukraina dengan dalih "membebaskan Ukraina dari rezim jahat."
Dilansir Aljazeera, polisi di Rusia telah menangkap lebih dari 2.000 pengunjuk rasa anti-perang di seluruh negeri, kata seorang pemantau independen. Ini terjadi hingga hari keempat invasi Presiden Vladimir Putin ke Ukraina yang mengejutkan banyak orang Rusia.
OVD-Info, kelompok pemantau independen itu juga telah mendokumentasikan tindakan keras terhadap oposisi Rusia selama bertahun-tahun. Sebanyak 2.114 pengunjuk rasa ditangkap pada hari Minggu.
Penangkapan ini membuat jumlah pengunjuk rasa yang ditangkap sejak Rusia melancarkan invasi pada Kamis dini hari menjadi 5.250 orang.
Di Moskow, warga pengunjuk rasa membawa plakat tulisan tangan dengan tanda perdamaian dan slogan antiperang dalam bahasa Rusia dan Ukraina. Beberapa memakai topeng dengan kata "cukup" terpampang di bagian depan.
Di luar sebuah pusat perbelanjaan kelas atas di pusat kota Saint Petersburg, ratusan pengunjuk rasa antiperang berdiri bersama, bergandengan tangan dan bernyanyi.
Banyak yang memegang poster bertuliskan “Tidak untuk perang”, “Rusia pulang” dan “Damai untuk Ukraina”.
Seorang insinyur berusia 35 tahun Vladimir Vilokhonov ikut serta dalam protes tersebut. Pemrotes lain, Alyona Stepanova (25 tahun) merasakan panggilan jiwa untuk menyuarakan perdamaian.
“Kami percaya, ini adalah tugas kami untuk datang ke sini,” katanya.