Samin terdiam. Tidak sepatah kata pun bisa keluar dari mulutnya.
Kalimat terakhir bapaknya dalam sebuah perbincangan sore itu ibarat palu godam yang menghantam batok kepalanya. Menghancurkan impian yang ada di pikirannya.
"Bapak hanya bisa menyekolahkan kamu sampai SMA saja." Kata bapaknya. Pasrah.
Samin tidak berani mempertanyakan kenapa. Dia menyadari betul kondisi ekonomi keluarganya. Bahkan, sebenarnya dia sudah sangat bersyukur bisa sekolah sampai ke jenjang SMA.
Bapaknya hanyalah seorang buruh tani. Mendapatkan upah dari menjual jasa tenaganya. Bekerjanya pun tidak setiap hari. Hanya kalau ada tetangga yang mau menggunakan jasanya.
Mereka memang hidup di daerah tandus. Di wilayah Perbukitan Seribu. Usaha pertanian hanya mengandalkan air tadah hujan.
Curah hujan yang rendah. Sebabkan hanya sedikit tanaman yang bisa tumbuh. Salah satunya pohon jati. Hebatnya pohon jati di wilayah ini terkenal baik kualitasnya. Kayunya kuat.
              *
Samin termenung di bawah pohon jati.
Pikirannya menerawang jauh. Mengenang sulitnya perjalanan pendidikannya. Bukan soal susahnya mengikuti pelajaran, karena dia tergolong anak yang pintar. Akan tetapi menyangkut biaya sekolah.