Pertama-tama, kita turut prihatin atas gempa yang baru saja mengguncang sejumlah daerah, terutama di NTT. Getaran gempa terasa hingga ke sejumlah daerah lain.Â
Kerusakan lumayan parah dialami warga Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Sementara ini belum dilaporkan jatuhnya korban jiwa akibat gempa yang besarnya bervariasi, antara 5-7,4 SR tergantung daerah dan kedekatan dengan pusat gempa (episentrum).
Banjir info tsunami di ponsel bisa berbahaya
Berkat kemajuan teknologi, kini peringatan dini akan potensi tsunami segera cepat disampaikan badan pemerintah kepada warga dan lembaga terkait.
BMKG telah mengirimkan peringatan potensi tsunami segera setelah terjadinya gempa dengan episentrum di laut itu. Ini adalah prosedur standar.Â
Setelah dua jam pemantauan, terdeteksi kenaikan air laut yang -syukurlah- sangat kecil, yakni 7 sentimeter di Stasiun Tide Gauge Reo dan Marapokot, Nusa Tenggara Timur.
Setelah memastikan tsunami akibat gempa dan aktivitas gempa susulan tidak sangat signifikan, BMKG mencabut peringatan potensi tsunami, dua jam setelah gempa pertama terjadi. Ini pun logis dan ilmiah.Â
BMKG tentu sudah memperkirakan pusat gempa dan jaraknya ke pantai-pantai terdampak (bakal) tsunami. Jika dirasa tsunami yang tiba tidak signifikan dan aktivitas gempa juga sudah menurun, peringatan potensi tsunami dengan sendirinya pantas dicabut.
Jika terjadi gempa lagi dengan skala yang signifikan, barulah ada info baru.Â
Dalam rekaman video, tampak kepanikan warga setelah gempa. Hal ini bisa kita pahami mengingat sejarah gempa dan tsunami yang telah mengguncang NTT. Pada  12 Desember 1992, gempa memicu tsunami di Laut Sawu lepas pantai Maumere. Korban jiwa 1.300 orang dan korban hilang 500.Â
Akan tetapi, kepanikan itu juga terjadi setelah warga menerima banyak pesan bertema gempa dan tsunami melalui ponsel dari kerabat dan sahabat, bahkan yang jauh dari lokasi gempa.