Pandemi, sosial distancing, pembelajaran daring, pembelajaran tatap muka sampai saat ini masih menjadi topik hangat di sekolah saya.Â
Banyaknya orang tua merasa kewalahan mengemban peran sebagai pengawas sekaligus pendidik di rumah, menurunnya hasil belajar dan keterampilan siswa juga menjadi beban psikologis bagi guru.
Ini pun masih menjadi isu-isu terdepan di sekolah kami. Setiap hari ada saja guru yang tepuk jidat karena masalah kompleks ini.
Masalah guru berarti masalah kepala sekolahnya juga. Pasti akan menjadi masalah dinas terkait sebagai pemangku kebijakan. Hingga akhirnya dinas pendidikan di wilayah kami  mempertimbangkan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di sekolah.
Seperti mendapat angin segar, sekolah pun mengadakan rapat dengan orang tua yang menghasilkan kesepakatan bahwa mereka menginginkan anaknya belajar di sekolah.Â
Alhasil, keluarlah peraturan yang memperbolehkan pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah dengan memperhatikan landasan hukum, yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri.Â
Namanya saja tatap muka terbatas ya berarti ada pembatasan dalam pelaksanaannya. Justru ini lagi yang menjadi beban baru bagi guru. Loh kok bisa? Hayuk disimak sampai tuntas ya.
Pertama, guru harus mengajar luring (tatap muka) di sekolah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan minimal 3 M.Â
Jika menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun, saya rasa masih bisa membuat kita bernapas lega. Mengajar dengan menggunakan maskerlah yang sungguh menyiksa.Â