"Kakak, pemandangan dari sudut ini bagus...bisa lihat bentuk love.."
"Kalau kakak berdiri di situ, gambarnya bagus, kakak"
"Pakai panorama, kakak...hasilnya pasti bagus"
Sekelompok anak-anak kecil usia sembilan hingga lima belas tahun menghampiri. Rambut mereka yang kusam berwarna kuning kecoklatan, tidak dapat menutupi binar polos dan penuh harap dalam mata mereka.
Awalnya Saya tidak menggubris celotehan anak-anak di seputaran Danau Weekuri, Sumba Barat Daya. Toh, ini kali ke empat Saya berada di sana. Kalaupun Saya ingin diprotret, Saya bisa minta tolong pada teman seperjalanan.
Namun, jiwa ingin mengabadikan setiap moment bahagia Saya, tidak bisa ditolak. Iseng-iseng Saya bertanya berapa harga untuk sebuah bantuan pengambilan gambar.
"Sukarela saja, Kakak. Terserah Kakak mau kasih berapa. Dua ribu bisa.." kata seorang anak yang usianya lebih besar dan dipanggil Rina. Jadilah kami memiliki fotografer masing-masing. Dua orang teman perjalanan Saya dari Jakarta akhirnya juga memiliki seorang fotografer pribadi.
Toni, salah seorang anak yang lebih kecil, usianya kurang lebih sembilan tahun dengan lincahnya memberi komando bagaimana Mbak Rina, teman Saya  harus bergaya di depan kamera.
"Angkat dagu kakak, kakinya maju sedikit.."suaranya yang nyaring tidak kalah dengan suara deburan ombak pantai laut selatan yang bergelora.
Dengan patuhnya, Mbak Rina pun mengikuti pengarah gaya pribadinya sambil senyum-senyum.