Akhir-akhir ini alam sedang tak bersahabat. Bencana datang bertubi-tubi. Tanpa mengurangi rasa belasungkawa dan empati, sudah saatnya manusia introspeksi diri. Barangkali musibah-musibah ini terjadi karena alam tak terawat lagi.
Pada dasarnya, alam dan manusia memiliki hubungan integral dan saling mempengaruhi. Manusia membutuhkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kebutuhan dan ketergantungan yang tinggi tentu harus diikuti dengan upaya konservasi. Tujuannya tentu saja agar alam tidak rusak dan mampu terus memberikan manfaat dari generasi ke generasi.
Berbagai cara dilakukan untuk terus menjaga kelestarian alam. Diantaranya adalah melalui peraturan-peraturan hukum, mulai dari peraturan adat, peraturan daerah, hingga hukum nasional kita. Namun kita masih saja sering kebobolan. Instrumen perlindungan kawasan hutan sangat rentan untuk dimodifikasi dengan berbagai cara. Manusia-manusia semakin serakah, mereka menggali celah untuk merekayasa perizinan demi menggunduli hutan kita. Hewan-hewan langka pun diburu dengan dalih pengobatan, padahal takada studi ilmiah yang membuktikan khasiatnya.
Melihat betapa rentannya instrumen perizinan untuk dicurangi, takada salahnya apabila kita melirik ke instrumen "hukum"nya masyarakat pedesaan dan masyarakat-masyarakat terpencil. Mereka memiliki cara unik dalam menjaga kelestarian alam, yakni melalui berbagai cerita mistis.
Masyarakat Indonesia nampaknya masih lebih takut dengan hantu daripada hukum. Hal ini terbukti ketika suatu hutan dilabeli sebagai "Hutan Terlarang", "Hutan Angker", dan "Hutan Terkutuk", biasanya hutan-hutan tersebut jarang terjamah oleh manusia. Hasilnya, baik flora maupun fauna di dalamnya tetap lestari. Berbeda dengan hutan yang tidak mendapat stigma-stigma mengerikan. Oknum-oknum bandel akan tetap mengeksploitasi kekayaan di dalamnya dengan berbagai cara, termasuk mencurangi instrumen perizinan.
Contoh nyata hutan-hutan kecil yang masih terjaga kelestariannya sampai sekarang adalah Alas Roban. Siapa yang tidak mengenal keangkeran alas ini? Banyak acara ghost hunting yang turut serta menyiarkan kabar keangkeran hutan ini kepada khalayak ramai. Salah satunya adalah liputan Kisah Tanah Jawa yang mengangkat cerita-cerita mistis mengenai Alas Roban, yakni mengenai keberadaan sendhang keramat, Ki Janggut Putih, Sundel Bolong, dan sebagainya. Percaya atau tidak, itu tergantung pada diri kita masing-masing. Namun tak dapat dipungkiri, kisah-kisah ini berkontribusi dalam menjaga kelestarian Alas Roban. Akibat adanya cerita-cerita mistis, orang-orang akan lebih waspada dan menjaga perilakunya ketika berada di kawasan hutan ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Tindakan ini berperan penting dalam mencegah eksploitasi hutan dan perburuan fauna di dalamnya.Â
Selain Alas Roban, ada Alas Purwo yang terkenal sangat angker karena konon hutan ini menjadi tempat gathering seluruh makhluk halus di Jawa. Bahkan banyak orang 'pintar' yang menyatakan bahwa hutan ini sangat berbahaya. Siapapun yang masuk ke sana wajib memperhatikan betul unggah-ungguh atau adab kesopanannya. Tentu saja larangan merusak pepohonan, vandalisme, dan penebangan pohon termasuk dalam pantangannya. Mereka yang tidak ingin tersesat atau diculik oleh penghuni hutan ini, mau tidak mau, suka tidak suka wajib mengindahkan semua pantangan yang ada.
Disamping hutan, banyak pohon yang dilekati stigma mistis dengan tujuan mempertahankan populasinya. Pernahkah Anda membayangkan jika pohon beringin tak seangker itu? Bagaimana jika pohon beringin sengaja dilekati cerita-cerita mistis karena pohon ini memiliki banyak manfaat bagi alam? Pohon beringin memiliki dua jenis akar, yakni akar gantung dan akar yang berada di dalam tanah. Akibatnya, pohon ini mampu menyerap air tanah secara maksimal sehingga menambah simpanan air bersih dalam tanah. Dengan kemampuan ajaib ini, pohon beringin mampu mencegah longsor dan banjir. Disamping itu, daunnya yang rimbun membuat suasana di sekitarnya menjadi rindang dan lembab. Barangkali karena memiliki segudang manfaat, nenek moyang kita sengaja membuat cerita-cerita mistis agar masyarakat kita tidak menebang pohon atau merusak pohon ini. Masuk akal, bukan?
Tak terbatas pada pohon beringin. Mayoritas pohon besar yang umurnya sudah ratusan tahun akan dilekati kisah-kisah mistis dengan tujuan untuk menghindarkan pohon tersebut dari tangan-tangan jahil. Anda pasti pernah mendengar kisah "Pohon Berdarah", "Pohon yang Tidak Bisa Ditebang", dan kisah-kisah mistis lainnya terkait dengan pohon-pohon tua. Kisah tersebut tersebar dari mulut ke mulut. Sulit untuk menelusuri kebenarannya. Namun anehnya, banyak sekali yang mempercayainya. Akibatnya, pohon-pohon yang berumur ratusan tahun tetap terjaga kelestariannya. Pohon-pohon tersebut biasanya sangat rindang, sehingga bermanfaat untuk menjaga kualitas udara di sekitarnya. Selain itu, pohon-pohon yang usianya ratusan tahun sangat berguna untuk penelitian para ahli. Melihat manfaatnya yang amat besar, bukankah amat disayangkan jika pohon-pohon ini ditebang?
Selain itu, masyarakat adat juga masih memegang teguh pantangan-pantangan tertentu. Contohnya, di masyarakat Pulau Pisang terdapat pantangan membunuh burung tekukur, burung elang, burung hantu, dan burung kuntul besar. Konon, apabila kita membunuh burung-burung tersebut, kita akan ditimpa kesialan.
Faktanya, burung tekukur dikenal sebagai burung peliharaan yang pandai mengoceh. Akibatnya, banyak terjadi perburuan burung ini untuk digunakan sebagai peliharaan dan diperjualbelikan. Oleh karena itu, para tetua adat membuat pantangan terkait perburuan burung ini. Contoh kesialan atau bala yang akan muncul apabila kita memburu burung ini adalah munculnya penyakit kulit seperti kudis dan kurap.