Kisah kedua: parang
Beranjak ke 27 November 2020, adegan berulang tanpa disadari persis terjadi setahun lalu. Seorang siswa setelah melakukan tindakan di luar peraturan mengancam dan membawa kapak ke sekolah untuk bertarung dengan teman yang mengkritik perbuatan tidak baiknya.Â
Kronologi kejadiannya sengaja tidak ditulis supaya tidak ditiru sobat usia dini. Selebihnya biar menjadi perenungan untuk menangkap makna di balik kejadianya. Tanpa menghakimi dan mengklaim kebenaran menurut versi masing-masing.Â
Bagi seorang guru, segala kejadian pelik di sekolah menjadi perkara pribadi. Juga menjadi tantangan menyusun strategi yang terus diperbaharui sesuai karakter anak yang dinamis mengikuti perkembangan waktu.
Perasaanku ketika mengalami kejadian kedua sama seperti ketika mengalami kejadian menakutkan di tanggal yang sama tahun lalu. Sama-sama menakutkan.
Beranjak dari dua kejadian tersebut, aku berpikir jauh ke depan. Jangan-jangan tahun depan senjata yang dibawa ke sekolah adalah parang atau alat berburu lainnya.Â
Tahun ini ada yang berbeda. Jika tahun lalu kejadian itu dilaporkan ke polisi, kali ini meski getir sendiri, aku memilih menghadapinya. Aku sadar bahwa lari bukan solusi. Sebrutal apa pun, orang akan takluk dengan ketenangan dalam menghadapinya.
Kisah ini bukan agar aku mendapat simpati, melainkan untuk menginspirasi siapa pun dan dimana pun para guru mengabdi demi pendidikan di negeri tercinta ini.Â
Keyakinan dan niat tulus mencerdaskan anak bangsa akan selalu diberkati Pencipta dan direstui semesta.
Kembali tentang tanggal 27 November. Jika sebelumnya aku khawatir kejadian serupa akan berulang pada tahun berikutnya, kini  aku sadar bahwa memprediksi masa mendatang hanya dengan melihat masa lalu itu tidak benar. Belum tentu kejadian serupa akan terjadi tahun depan.