Lagi lagi saya gatel pengen nulis gara gara melihat kebijakan tes urine bagi supir angkutan umum. Doh, saya ga bisa nulis ilmiah.. nyantei aja ya..
Kita masih inget kasus Xenia Maut. Kemudian di Makasar, Ngawi dan Bogor pun menyusul. Semua tentang nyawa yang hilang di jalan raya. Ow, Â yang di puncak juga ya.. ah, pokoknya banyak deh.. Hmm.. bagi saya satu nyawa hilang itu sangat berharga. Saya heran, setiap taun baru atau takbiran atau mudik hari raya, sepertinya nyawa yang hilang ini "udah biasa".. "sedang musimnya". Aneh. Apa yang salah?
sulusi yang udah saya dengar diantaranya :
- Pemakaian seragam untuk supir angkot - Rapist Syndrome
- Melepas kaca film (emang sih ada aturannya ga boleh lebih dari 20% - tapi ko cuma angkot yang kena, sementara mobil pribadi bebas berkeliaran) - Rapist Syndrome juga..
- Razia narkoba di jalan raya - Xenia Maut Effect
- Tes urine (lagi lagi supir angkot) - yang ini mungkin karena kasus Bis Maut itu ya..
Saya hargai respon dan usaha pihak berwenang untuk mengatasi masalah yang ada. Tapi maaf, bagi saya itu bukan solusi yang tepat. Saya analogikan seperti memangkas dahan parasit tanpa mencabut sampe akar-akarnya.
Opini saya,
Kita mulai dari perbedaan pengertian Berkendaraan dengan Nyupir.
- Nyupir hanya sebatas : maju, mundur, belok dan nge-rem (anak SD juga bisa.. SMP deh.. )
- Berkendaraan bukan sekedar nyupir, tapi juga bagaimana mematuhi marka jalan dan etika sesama pengguna jalan termasuk pejalan kaki di trotoar, sesuai hukum lalu lintas yang berlaku ( ada versi Eropa, Singapore dll) Indonesia belum punya aturan ini. Atau mungkin udah ada tapi tidak diterapkan.
So, solusinya adalah (ini butuh proses) :
1. Pendidikan Berlalu Lintas
Masyarakat kita belum paham ini. Harus ada pendidikan dan tes khusus sebelum memperoleh SIM. Yang berhak mengadakan ini adalah Dinas Perhubungan, bukan polisi. Atau sekolah mengemudi yang memenuhi syarat Internasional atau yang sudah sesuai dengan kultur Indonesia. Mohon maaf, polisi ga ada hubungannya dengan lalu lintas dan Polisi pun masih sebatas razia lampu, SIM-STNK dan kelengkapan lainnya yang kurang berpengaruh pada cara berkendaraan tadi. Polisi pun harus ikut pendidikan ini dan sebenernya fungsinya hanya melayani dan melindungi masyarakat saja. Bukan menilang. Menurut saya, DisHub paling berwenang dalam hal ini.
Sedikit tentang berlalu lintas. Contohnya :
- Urutan prioritas pengguna kendaraan di jalan raya adalah kendaraan yang lurus, belok kiri dan terakhir yang belok kanan.. jadi ga ada yang "siapa cepat dia dapat".
- Bila ada kendaraan (A) dari jalan sekunder (komplek) menuju jalan raya (utama) : A harus "stop" dan kendaraan dari utama (B) bila melihat ada kendaraan mau keluar harus memberi kesempatan kepada si A. Kendaraan di belakang si A harus ngantri sampai kendaraan dari jalan utama berhenti untuk memberi jalan bagi kendaraan dari jalur sekunder, atau bila hanya sedikit dan si B mau ngasih jalan ya.. silahkan saja.
- Dan lain lain.. (masih banyak..)
2. Melengkapi Marka Jalan