pemilu 2014, wajah Jokowi muncul di headline majalah Time dengan tajuk: "A New Hope". Publik internasional menganggap Jokowi layak disejajarkan dengan Barack Obama, presiden kulit hitam pertama Amerika Serikat. Obama populer karena muncul dari kelompok minoritas dan Jokowi populer karena berangkat dari kelompok masyarakat bawah. Jokowi dipersepsikan sebagai sosok populis bagian dari "wong cilik".Â
Pasca terpilih sebagai presiden padaFigur Jokowi yang digambarkan sebagai sosok sederhana, dekat dengan rakyat dan jauh dari kesan elitis yang kerap direpresentasikan sebagian besar pejabat publik, membawa gelombang optimisme sebagian besar masyarakat, terutama dalam hal komitmennya menjaga demokrasi dan pemerintahan yang pro rakyat.
Namun optimisme masyarakat terhadap Jokowi sirna di penghujung pemerintahannya, alih-alih memberikan legacy pada bangsa Indonesia, Presiden Jokowi justru dengan terang-terangan menjadi aktor utama dalam upaya pembrangusan ruang demokrasi dan pembangkangan terhadap konstitusi. Â Tindakan Presiden Jokowi untuk mengkebiri kebebasan publik adalah dengan menggunakan instrumen hukum dan instrumen non-hukum sehingga ruang kebebasan publik dan kritik dapat dibungkam. Salah satu produk hukum yang digunakan oleh pemerintahan Jokowi untuk melakukan pembungkaman terhadap kritik adalah Undang -- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).Â
Regulasi ini pada awalnya dimaksudkan untuk menangkal dan melawan kejahatan siber, namun seiring waktu, Presiden Jokowi justru menggunakan UU ITE sebagai alat untuk menangkap dan memenjarakan jurnalis, aktivis, dan masyarakat sipil yang memberikan kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Amnesty International Indonesia mencatat, sepanjang Januari 2019 -- Mei 2022 tercatat 316 kasus penyalahgunaan UU ITE oleh pemerintahan Jokowi. Pasal -- pasal karet di dalam UU ITE memungkinkan untuk digunakan sebagai instrumen justifikasi dalam mengkebiri kebebasan berekspresi dan memberangus kritik. Hal itu tentu merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara atas kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan pers.
Tidak sampai disitu, rapor merah pemerintahan Jokowi masih berisi rentetan peristiwa pelanggaran -- pelanggaran lainnya, antara lain penggusuran paksa tanah adat, praktik korupsi di lingkungan pemerintahan, kekerasan dan penangkapan terhadap petani. Selain itu ada pula  pengesahan sejumlah UU yang terkesan kontroversial dan mendapat penolakan dan kecaman dari masyarakat luas, antara lain UU Cipta Kerja, Revisi UU KPK, belakangan pemerintahan Jokowi melakukan pembangkangan terhadap konstitusi demi memuluskan jalan keluarganya dalam kontestasi Pilkada di beberapa daerah dengan cara melakukan kompromi oligarki agar UU Pilkada direvisi yang mengarah pada upaya menganulir Putusan MK no 60 dan 70, hal ini justru mengarah pada praktik otokratik legalism dan jauh dari gambaran demokrasi yang ideal.Â
Indeks Demokratisasi dibawah pemerintahan Jokowi dapat dikatakan mengalami kemunduran hingga di titik terendah sejak jatuhnya orde baru pada 1998, maka betul apa yang dikatakan Levitsky dan Ziblat dalam tesisnya, bahwa matinya demokrasi bukan lagi di tangan orang -- orang bersenjata, melainkan di tangan pemimpin terpilih, presiden atau perdana menteri yang membajak proses yang membawa mereka ke kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H