Mohon tunggu...
Insan YulySusanto
Insan YulySusanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa STIAMAK BARUNAWATI SURABAYA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meraih Mimpi

20 Desember 2020   20:20 Diperbarui: 20 Desember 2020   20:36 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada tahun 2017 aku mulai memasuki bangku kuliah, yang mana aku kuliah atas keinginan orang tua. Sesungguhnya aku berfikiran yang sangat berbeda dari orang tua. Aku selalu ingin kerja dapat uang agar orang tua ku tidak perlu lagi mengeluarkan banyak biaya untuk ku pendidikan. Ini mungkin bukan pemikiran yang salah tapi bukan juga pemikiran yang benar. Karena pada waktu itu, ekonomi keluarga ku lah, yang membuat ku ingin bekerja saja dibanding kuliah. Begitu juga beberapa teman ku yang sebaya, rata-rata mereka memiliki pemikiran yang sama dengan ku. Tujuan ku dan teman-teman baik hanya tidak ingin orang tua repot dan kesulitan dengan adanya kami. Aku dan teman-teman sungguh merasa menjadi beban keluarga ketika kami tidak dapat membantu apapun dalam kekurangan keluarga kami pada saat itu.

            Kemudian aku kuliah dengan serba pas-pas an. Tidak ada kata uang berlebih untuk sekedar pulang kampung. Ketika sangat ingin sekali pulang kampung, aku benar-benar menekan perut agar makan hanya 1x sehari, itupun dengan menu anak kos yang serba serbi mie. Biasanya aku makan 2x sehari dengan lauk kare tahu, beli di warung yang tak jauh dari kos an aku. Namun dengan uang makan ku, yang ku tabung dari anggaran makan ku harian tersebut. Itu lah modal ku untuk bisa pulang kampung. Apalagi ketika aku sedang di tarik iuran kelompokan, aku selalu mangkir dari hal itu. Sesungguhnya aku pun malu, tapi tidak punya pilihan lain. Terkadang jika aku ada uang lebih, barulah ku lunasi uang iuran itu. Untungnya para teman-teman ku kuliah dapat memahami serba serbi sepak terjang hidup ku yang serba kekurangan ini.

            Aku awal-awal tidak tau bahwa Surabaya sangat lah luas. Ku fikir Surabaya dapat di tempuh dengan jalan kaki. Rupanya fikiran ku salah, kaki ku sampai gempor alias kemeng karena sangking pinginnya pergi ke Taman Bungkul untuk CFD. Bukannya datang untuk cfd, belum apa-apa aku malah duduk di jalan yang tak jauh dari lokasi itu. Aku masih di sekitaran Wonokromo. Ketika akan menuju ke Taman Bungkul dari kosan ku yang terletak di belakang rumah sakit angkatan laut atau RSAL. Aku akhirnya mengurungkan niat untuk lanjut ke Taman Bungkul walaupun sekedar hanya melakukan CFD. Ketika aku pulang di tengah jalan, ada lansia yang sepertinya sedang kebingungan. Lansia tersebut ku tanya, tujuannya agar dapat ku antar pulang. Rupanya lansia itu mengalami kepikunan atau dalam bahasa psikologinya demensia atau penurunan daya ingat pada seseorang yang di karenakan faktor usia.

            Setelah itu aku melihat gelang yang di pakai oleh lansia tersebut. Eits... kalian jangan berfikiran negatif dulu. Aku disitu meskipun sedang kondisi ekonomi kekurangan. Bukan berarti niat jelek untuk mengambil gelang tersebut. Aku tidak mengambil gelang emas tersebut. Aku hanya melihat ada sesuatu yang janggal di gelang itu. Rupanya gelang itu ada secarik kertas yang disertakan no telfon dan alamat rumah si lansia. Akhirnya ku memilih untuk menelfon nomer yang ada pada gelang tersebut. Rupanya tidak di angkat sama sekali. Tanpa berfikir lama, jiwa sosial ku pun berkata untuk mengantar lansia itu pulang ke rumahnya. Dengan uang yang serba pas-pasan ini. Aku bertekad baik untuk mengantar lansia hingga sampai ke rumahnya dengan selamat menggunakan kendaraan umum seperti mikrolet atau bemo atau len karena aku tidak memiliki kendaraan pribadi.

            Sesampainya di rumah tersebut antara yakin dan ragu-ragu, karena rumah tersebut sangatlah besar bagaikan istana kerajaan. Disitulah aku, memencet bel depan rumah. Yang menghampiri ku adalah satpam. Satpam itupun menanyai ku. Siapa yang kucari? Dan aku pun menjawab. Saya mencari anak dari lansia yang sedang saya bawa kesini. Satpam itupun mempersilahkan aku untuk masuk dengan lansia tersebut. Lansia tersebut langsung di antar ke kamar tidur oleh suster atau seperti mbak yang beresin rumah. Tidak selang waktu lama ada anak gadis yang muncul di hadapan ku sambil membawa air minum. Dia mempersilahkan ku untuk minum. Dia juga mengucapkan terima kasih telah mengantar neneknya pulang ke rumah karena sudah ada 2 minggu keluarganya mencari di kantor polisi namun tidak kunjung ketemu. Dan dia memperkenalkan diri namanya sebut aja irene “nama disamarkan”. Irene pun menceritakan bahwa neneknya itu mulai mengalami kepikunan ketika alm. Kakeknya meninggal. Dan irene pun juga mengatakan bahwa di rumah sebesar ini yang menghuni hanya pembantu dan satpam nya saja. Karena irene dan orang tua nya memiliki banyak rumah yang tersebar di Surabaya sehingga irene dan orang tuanya tidak selalu tinggal di tempat yang sama.

            Irene pun meminta maaf sampai lupa mengganti uang ongkos ku. Sangking terbawa suasana gembira karena dapat bertemu neneknya kembali. Aku pun mengatakan uang ongkos ku tidak seberapa kok. Hanya uang ongkos kendaraan umum tidak mahal. Entah apa yang ada di fikiran ku saat itu. Aku malah menyombongkan diri. Padahal uang ku sangatlah pas pasan ketika nolong lansia tersebut. Sekarang malah gengsi menutupi rasa ekonomi ku yang kurang tersebut. Aku tidak ingin terlihat susah di depan orang yang ku suka. Tapi aku juga tidak yakin. Apakah aku beneran suka dari hati? Ataukah aku hanya kagum dengan kebaikan gadis yang bernama irene tersebut?. Irene pun mengangguk tanda paham apa yang ku ucapkan. Irene juga mengatakan andai lain waktu bisa bertemu kita akan ngobrol bareng lagi. Irene pun ijin cabut karena ada urusan keluar. Aku yang juga tidak enak lama-lama disana. Langsung ku habiskan air minum suguhan tersebut. Dan juga pamit pulang. Tapi saat itu juga irene bilang akan mengantarkan aku pulang.

            Aku yang malu dan takut irene tau asal tempat kosan ku. Akhirnya aku menolak keinginan baik irene tersebut. Aku berkata bahwa tidak langsung pulang ke rumah, melainkan mau mampir lagi ke rumah teman yang sedang dekat di area rumah irene juga. Padahal sesungguhnya aku tidak punya teman di kawasan rumah komplek elit ini. Sambil tersenyum asem. Aku nunduk dan jalan mundur menghindari irene. Irene yang tak mencegah ku untuk naik angkotan umum pun. Melambaikan tangan kepada ku sambil mengucapkan hati-hati di jalan. Lambaian tangan nya ku balas dengan tangan penuh gemetaran. Rasanya jantung ku mau copot. Gokil banget demage nya hari ini. Rasanya mau sujud syukur sama Allah, atas nikmat yang telah diberikannya sehingga aku bisa bertemu gadis yang cantik dan baik.

            Sesampainya di kos, yang aku lakukan adalah mengkhayal betapa bahagianya jika aku dapat bersanding bersama irene. Tapi khayalan ku langsung ambyar ketika panci di meja ku jatuh gelondangan. Biasa lah kos an kumuh pasti banyak tikus yang seliweran. Aku gagal membayangkan bersanding dengan irene gara-gara tikus sialan ini. Aku langsung membereskan panci yang jatuh, dengan ku cuci di bak cucian. Enggak lama suara pintu depan kosan aku di gedor-gedor dengan kencang hingga lukisan berlafadz Allah jatuh mengenai laptop ku yang di atas meja. Untung saja lukisan itu tidak ku beri figura kaca. Kalau jatuh jadi tidak sampai pecah. Maklum kos an ku jelek, kumuh, terbuat dari triplek. Sehingga kalau ada pintu yang di gedor maka seluruh dinding ikut bergetar pula. Ku bukalah pintu kos ku. Rupanya ibu kos menagih uang bulanan. Aku membayar uang kos itu, tapi kurang 100 ribu. Di karenakan telah ku pakai untuk antar lansia pulang dan termasuk ongkos ku balik ke kos an dari rumah lansia tersebut. Intinya ibu kos yang galak. Tidak mau tau pokoknya 100 ribu harus sudah ada dalam waktu seminggu.

            Aku yang kebingungan untuk sementara mengiyakan perkataan ibu kos sambil mengernyitkan dahi. Bingung cari uang 100 ribu dalam waktu 7 hari atau 1 minggu. Puter otak sampai perut keroncongan. Mikir malah bikin perut ku laper. Aku juga tidak mungkin bilang sama bapak ibu yang di desa untuk mengirimkan uang kepada ku. Karena aku sangat paham betul bagaimana mereka juga sudah dengan ekonomi yang pas-pasan untuk hidup. Aku berusaha pinjam sana sini ke teman. Tapi tidak ada satupun yang mau meminjamkan ku. Padahal sebelumnya aku tidak pernah terlilit utang sama sekali. Aku juga sebelumnya meskipun serba pas-pasan tidak pernah telat bayar kos ataupun nunggak. Jadinya susah juga. Kebawa sampai mimpi. Ke esokan harinya, aku brangkat kuliah ternyata di depan kampus ku ada ramai-ramai. Aku berlari menghampiri karena penasaran. Sesampainya di lokasi aku melihat irene kecelakaan. Aku yang merasa sok kenal dengan irene langsung menggendongnya masuk ke mobil. Dan ku ambil ahli kemudi mobil menuju rumah sakit terdekat. Maklum meskipun aku miskin,  tapi aku bisa nyetir mobil, karena aku biasanya nyetir truk tebu ketika di desa sekalian bantu bapak di sawah. Semua keheranan dengan gelagat ku yang khawatir dengan irene bahkan banyak dari mereka yang enggak nyangka aku bisa nyetir mobil.

            Aku setelah sampai di rumah sakit di sodori sama administrasi rumah sakit tentang tagihan bayaran total dari perawatan irene selama kecelakaan. Aku yang benar-benar tidak punya uang. Mengatakan pada pihak rumah sakit bahwa bukan saya keluarganya, saya hanya menolong korban kecelakaan. Dan saya juga tidak ada uang sebanyak itu, ku jelaskan pokoknya panjang lebar ke suster yang bagian administrasi. Disana irene juga belum sadar, karena masih dalam pengaruh obat biusnya operasi. Aku sampai bolos kuliah hanya demi jaga irene yang sedang di rumah sakit. Orang tua irene tak kunjung datang, aku yang dengar telfon irene langsung ku angkat. Rupanya itu telfon dari pacarnya irene. Pacar irene mengatakan “sayang kamu dimana? Kok kamu lama banget? Kamu jangan bilang kalau baru bangun tidur? Kan kita ada kelas pagi lo? Kamu malah ajakin bolos kayak gini? Aku di rugikan lo kalau kamu malas-malasan!” Aku yang mendengarkan ocehan pacar irene. Tidak ingin mengatakan sepatah kata pun. Langsung ku tutup telfon itu. Aku syok bahwa ternyata irene sudah memiliki pacar. Aku bagaikan di hantam batu karang di lautan yang berombak besar.

            Hati ku yang hancur berkeping-keping memilih memukul tembok atau dinding rumah sakit sebagai pelampiasan kekecewaan ku. Ternyata irene melihat itu karena ia telah siuman dari obat bius tersebut. Irene dengan suara yang lirih mengatakan kamu... apa kamu yang kemarin bertemu aku? Aku pun menoleh melihat irene. Aku hanya mengusap air mata dan mengangguk tanpa banyak bicara, karena aku merasa menjadi orang bodoh yang telah ke “geer an”. Anak orang kaya mana mungkin mau sama aku? Aku hanya cowok miskin! Itulah yang ku gumamakan dalam hati, sambil menatap irene dengan tajam. Aku tidak membenci irene, tapi aku merasa malu dengan pikiran ku, yang telah salah menilai sikap baik irene terhadap ku. Harusnya aku berfikir bahwa irene bersikap baik ke aku karena aku telah menolong lansia itu. Dari sisi lain irene mengatakan terima kasih, lagi-lagi ia juga minta maaf telah selalu melibatkan ku. Irene malu bahwa aku telah mengetahui sebagian besar aib di keluarganya. Ternyata keluarga irene tidak memiliki hubungan yang harmonis. Dan sesungguhnya nenek irene ketika hilang pun tidak ada keluarga yang niat untuk mencarinya. Hanya irene yang sayang sama nenek, karena selama ini neneklah yang baik ke irene. Namun nenek irene semenjak mengalami demensia, irene tidak lagi memiliki figur yang dapat melindunginya. Ia harus bersikap tegar dan pura-pura bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun