Tak seperti hari-hari biasanya. Sabtu siang tanggal 8 April, gedung Graha Insun Medal (GIM) dipenuhi para pelajar, mahasiswa, dan kawula muda yang datang tak hanya dari daerah seputaran Sumedang kota saja tetapi hampir dari semua penjuru Sumedang.
“Saya anggota OSIS dari SMA Negeri 1 Darmaraja” kata seorang siswi yang terlihat malu-malu waktu saya wawancarai.
Rupanya siswi aktivis OSIS itu bukan satu-satunya pelajar asal “daerah” yang sengaja datang menuju Sumedang kota untuk mengikuti kegiatan seminar kebangsaan dengan tajuk “Menemukan Kembali Indonesia” yang digagas oleh Daku Institute, sebuah lembaga nirlaba yang berdiri di Sumedang dengan konsen pada isu demokratisasi dan advokasi hak-hak sipil ini. Namun seluruh aktivis OSIS SMA se-Sumedang hadir di GIM dan terlihat tekun mengikuti rangkaian acara seminar dari awal sampai akhir.
Tidak hanya para pengurus OSIS SMA se-Sumedang saja, kegiatan seminar publik inipun menyedot minat generasi muda lainnya baik dari kalangan mahasiswa, Organisaai Kepemudaan (OKP), bahkan sampai Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) lokal.
Dari atribut yang mereka kenakan, beberapa di antaranya dapat saya identifikasi, seperti : Senat Mahasiswa UNSAP, Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama, Purna Paskibraka Indonesia, Kelompok Mahasiswa NU, dan kelompok pemuda lainnya.
Didapuk sebagai pembicara kunci dalam helat seminar yang diberi tagline #KonsensusBernegara ini, DR Abdy Yuhana, S.H., MH. dosen fakultas hukum UNPAS Bandung ini menyampaikan dengan begitu gamblang tentang peluang sekaligus tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai bangsa. Pemaparannya yang memikat membuat saya, juga mungkin dua ratus lebih pemuda Sumedang yang hadir dalam ruangan itu, merasakan kebanggan sekaligus kewas-wasan akan masa depan Indonesia yang tengah diuji dengan beragam model ujian baik itu yang berasal dari asing maupun dari kelompok tak asing alias “pelemahan dari dalam”.
“NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Kebhinekaan yang lazim kita sebut sebagai ‘4 Pilar Bangsa’ benar-benar tengah mengalami gempuran yang nyata.” Namun, Dr Abdy menegaskan, “apabila kita semua sebagai warga siap berkurban menjadi benteng penjaga 4 pilar hingga tetap kokoh tak tergoyah maka masa depan Indonesia yang gemilang akan menyinari kehidupan anak cucu kita sebagai pewaris sah Indonesia.”
Pemaparan dari intelektual sekaligus aktivis gerakan itu berakhir happy ending. Dirapalnya dengan fasih hingga ke jumlah pulau, luas wilayah, bahasa, suku bangsa, penduduk, dan potensi-potensi demografis lainnya yang dimiliki bangsa ini menyadarkan kami kembali betapa negeri yang bernama Indonesia ini begitu kaya dan permai.
Optimisme yang ditanamkan Kang Abdy, begitu ia biasa disapa, tak hanya sampai di situ. Bila sebelumnya paparannya bersifat kwantitatif maka selanjutnya lebih ke kwalitatif. Ia bercerita tentang luhurnya sejarah perjuangan Bangsa. Dengan begitu antusias, ia menuturkan kekuatan tradisi dan budaya Indonesia yang dapat menjadi amunisi seluruh rakyat untuk tetap berjuang dan memenangkan Indonesia.
Sebagai warga Sunda, ia pun tahu betul tentang sejarah “kaSumedangan” dan siapa saja tokoh pejuang bangsa asal Sumedang seperti di antaranya Umar Wirahadikusumah dan Ali Sadikin yang berhasil menorehkan tinta emas di kertas Indonesia. Dan itu kembali mengingatkan kami sebagai orang Sumedang tentang betapa karuhun kami pernah sangat berarti bagi Indonesia. Lagi-agi, itu membuat kami kembali bangga sekaligus optimis.
Setelah berasyik masyuk dalam tafakur “menemukan kembali Indonesia” yang diimami oleh Dr Abdy Yuhana, acara pun ditutup oleh aksi heboh hampir seluruh peserta, khususnya para pelajar dan mahasiswi wanita, yang meminta untuk dapat berswafoto dan berfoto bersama bareng Abdy Yuhana.