Kecenderungan pemuda selepas mengenyam pendidikan, baik lulusan sekolah menengah maupun pendidikan tinggi adalah mencari kerja. Hanya sedikit dari mereka yang ingin langsung terjun untuk berwirausaha. Apakah karena memang anak bangsa ini dididik hanya untuk mencari kerja?
Menarik untuk disimak apa yang disampaikan Ciputra pada Diskusi Pemuda Indonesia di Philip Kotler Hall, Lantai 3 MarkPlus Institute of Marketing (MIM) Campus Jakarta tanggal 22 Februari 2010 yang lalu mengatakan;” alasan kenapa Indonesia tidak maju adalah karena kita dididik untuk punya mental mencari kerja.”. Selanjutnya dikatakan, mimpinya adalah melihat ada empat juta pemuda entrepreneur yang akan mengubah Indonesia dalam 25 tahun ke depan.
Sebab penggerak roda perekonomian suatu bangsa adalah para wirausahawan. Jadi jelaslah bahwa memang kemajuan sebuah bangsa salah satunya terletak pada kemandirian anak bangsa. Pada kesempatan lain Ciputra pernah mengatakan bahwa jumlah wirausahawan di negara kita hanya berkisar 400,000 orang, prosentasenya sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah wirausahawan di negara-negara maju.
Menanamkan Nilai-nilai Kemandirian
Mencetak wirausahawan baru tentu saja tidak semudah mencetak sumber daya manusia yang siap bekerja. Harus dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pergaulan. Ketiga lingkungan inilah yang paling banyak mempengaruhi sikap, mental, dan cara berpikir pemuda. Mencetak wirausahawan berarti menanamkan nilai-nilai kemandirian.
Dalam lingkungan keluarga perlu menjadi perhatian bersama untuk senantiasa menanamkannya pada anak-anak sejak dini. Mulai dari alat permainan yang diberikan sampai pada detail sikap dan prilaku. Karena kebiasaan apa pun dalam lingkungan keluarga akan tertanam sedalam-dalamnya pada sikap anak. Tidak semua-muanya harus diberikan begitu saja kepada anak-anak, mesti ada kompensasi tugas dalam setiap pemberian kepada anak.
Lingkungan sekolah harus mendukung terciptanya nilai-nilai kemandirian baik di dalam kelas mau pun dalam penugasan belajar di luar jam sekolah. Selain itu penerapan kurikulum berbasis kewirausahaan yang dimulai dari sekolah tingkat dasar, menengah dan pendidikan tinggi yang konon katanya akan dimulai pada tahun ajaran 2010/2011 perlu diikuti pula dengan orientasi para tenaga pendidiknya. Dan tidak perlu khawatir dengan ungkapan Antonius Tanan, Presiden UCEC yang mengatakan bahwa; “selain sulitnya mengubah pola pikir sebagian guru, kesalahan persepsi orangtua yang mengartikan kewirausahaan sebagai belajar berdagang pun merupakan kendala yang menghadang pelaksanaan pendidikan entrepreneurship/kewirausahaan di sekolah” .
Lingkungan pergaulan para pemuda sangat beraneka ragam. Biasanya pergaulan pemuda berbasiskan kegemaran masing-masing. Tetapi seberapa banyak pemuda yang memiliki kegemaran untuk berwirausaha sejak dini? Lingkungan pergaulan juga akan mempengaruhi sikap, mental, dan cara berpikir pemuda. Jika pemuda bergaul di lingkungan yang buruk, maka kecenderungan untuk bersikap buruk sangat besar sekali. Begitu pun sebaliknya. Maka tidak salah ungkapan “V” dalam Mafia Manager;”bergaulah di antara srigala-srigala, niscaya kau akan bisa mengaum”.
Peran Pemerintah
Peran pemerintah baik pusat mau pun daerah dalam menciptakan wirausahawan muda, masih sangat kecil sekali bila dibandingkan dengan jumlah pemuda saat ini. Pemerintah harusnya sudah mendesak untuk melakukan orientasi pembangunan ekonomi kepada penciptaan wirausahawan-wirausahawan baru yang tentu saja dari kalangan pemuda.
Program kegiatan di berbagai sektor dan urusan pemerintah perlu diorientasikan agar terciptanya kesempatan bagi pemuda untuk berwirausaha. Sehingga pemuda Indonesia tidak melulu harus mencari kerja selepas mengenyam pendidikan. Namun dengan terbukanya secara lebar-lebar kesempatan berwirausaha bagi pemuda maka sikap, mental, dan cara berpikirnya sudah berubah untuk bagaimana menjadi anak bangsa yang mandiri melalui fase penting memulai berwirausaha.
Perlu pula Pemerintah memikirkan pendirian lembaga perbankan untuk Pemuda atau lembaga keuangan non perbankan yang khusus untuk melayani nasabah dari kalangan pemuda atau wirausahawan baru. Atau mendorong agar lembaga keuangan dapat memberikan porsi yang seluas-luasnya untuk mengucurkan kreditnya bagi wirausahawan muda dengan persyaratan yang lebih mudah.
Harus ada political and good will yang diaplikasikan dalam kebijakan anggaran untuk menciptakan wirausahawan muda sehingga impian seorang Ciputra untuk melihat ada empat juta pemuda entrepreneur dalam 25 tahun ke depan dapat terwujud. Sebagaimana Undang-Undang Kepemudaan menurut Hermawan Kartawijaya, pendiri MarkPlus Institute of Marketing, mengajak Pemuda Indonesia untuk jadi Moral Force, Social Control dan Agent of Change! Karena itu, mereka juga diharapkan jadi Leader, Entrepreneur dan Pioneer.
Bahkan lebih jauh dari itu sebenarnya Bung Karno, bapak pendiri bangsa telah menanamkan benih-benih kemandirian bangsa melalui Ekonomi Berdikari sebagai salah satu pilar Trisakti. Hal itu menyiratkan bahwa bangsa Indonesia harus memiliki kemandirian di bidang ekonomi. Menjadi bangsa yang mandiri berarti turunannya adalah masyarakat mandiri, keluarga mandiri, dan pribadi mandiri. Itu hanya dimiliki oleh seorang wirausahawan.
Akhir kata kepada pemuda mari kita renungkan ungkapan Valentino Dinsi, dalam tagline websitenya;” Sekarang Saatnya Indonesia Bangkit Menuju Pribadi, Keluarga, Masyarakat dan Bangsa yang mandiri”.
diposting juga di www.insancitaboardingschool.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H