Mohon tunggu...
Husaini
Husaini Mohon Tunggu... Freelancer - cah ndeso

founder omah buku "uplik cilik" : sebuah rumah baca dan tempat ngobrol anak-anak muda desa. beralamat di Desa Pelemgede Kec. Pucakwangi, Kab. Pati - Jawa Tengah. sebuah desa tepi hutan jati masuk wilayah kabupaten Pati berbatasan dengan kabupaten Blora. jalur japri : insahu977@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

KLHS Kendeng; Kemenangan Gerakan Rakyat atau Jebakan Betmen Jokowi?

25 Agustus 2016   01:06 Diperbarui: 25 Agustus 2016   01:20 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, baik di media massa mainstream maupun medsos, sorak sorai kemenangan bergemuruh atas keberhasilan beberapa warga kendeng yang menolak rencana pembangunan pabrik semen bertemu Presiden Jokowi  dan membangun kesepakatan. Point utama kesepakatannya adalah bahwa akan dilakukan proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di kawasan kendeng untuk menentukan lokasi mana yang boleh dan tidak boleh ditambang. 

Namun demikian, kesepakatan itu tidak menghentikan akitvitas (minimal) 2 pabrik semen yang saat ini sedang persiapan produksi di kendeng; yakni PT. Semen Indonesia di Rembang yang sudah 95% membangun pabrik dan PT. Indocement yang melalui anak perusahaannya PT. Sahabat Mulia Sakti (PT. SMS) di Pati yang saat ini masih dalam proses pengurusan ijin dan sengketa hukum dengan masyarakat. Yang diminta berhenti oleh Jokowi (dan juga menjadi point kesepakatan) adalah kegiatan atau praktik penambangan selama masa penyusunan KLHS itu dilaksanakan (sekitar satu tahun).

Dari peristiwa itu, saya kemudian membuat asumsi begini:

  • Karena sudah ada kesepakatan antara penolak pabrik semen dengan Jokowi, maka kemungkinan aksi-aksi penolakan pabrik semen di kendeng tidak akan ada lagi. Pasalnya, kan tidak etis kalo sudah membangun kesepakatan tapi tetep protes dan demonstrasi. Jadi selama satu tahun kedepan kita tidak akan melihat lagi teman-teman kendeng itu melakukan aksi protes. Padahal, protes-protes keren dan inspiratif seperti long march obor, nge-cor kaki dan lain-lain itu dibutuhkan gerakan masyarakat lain untuk membangkitkan semangat dan memberi inspirasi.
  • KLHS itu apa sih kok kemudian masyarakat yang sudah melakukan aksi puluhan kali, sudah lebih dari 2 tahun menghuni tenda penolakan, berantem dan dipukuli polisi sampai bonyok sehingga harus lapor komnas HAM kemudian setuju begitu saja? Benarkah mereka (masyarakat) itu memahami soal KLHS? Apakah ibu-ibu yang nge-cor kaki, para anak muda dan bapak-bapak yang mengikuti long march itu sudah paham dan mengerti tentang yang dimaksud KLHS? Bukankah KLHS itu ranah akademis ; yang artinya walaupun masyarakat akan terlibat secara aktif tetapi penguasaan teoritisnya pasti di dominasi oleh para akademisi. Masyarakat kembali akan hanya menjadi informan seperti yang terjadi dalam proses penyusunan Amdal. Pun, laporan KLHS juga akan ditulis secara akademis agar bisa diterima oleh pemerintah.
  • Kesepakatan itu juga berpotensi menghilangkan pekerjaan banyak aktivis; misalnya selama ini aktivis yang spesialis bikin panflet dan poster kegiatan, tukang upload-upload dokumentasi di twitter, facebook, instagram dan berbagai medsos lainnya, tukang bikin siaran pers, tukang fasilitasi masyarakat untuk mondar-mandir rembang-pati-semarang-jakarta, dan lain-lain serta tentu saja para aktivis ini tidak bisa beralih tugas terlibat dalam tim KLHS karena secara keilmuan memang tidak memiliki kompetensi disitu.
  • Jika-pun kemudian KHLS selesai dibuat, saya meragukannya dari aspek ketaatan. Alasan saya sederhana: dalam kasus Rembang misalnya; kan katanya CAT (cekungan air tanah) Watu Putih itu dalam Kepres 26/2011 tentang CAT di Indonesia dan PP 43/2008 tentang air tanah menyatakan bahwa CAT Watu Putih masuk dalam kategoril kawasan lindung. Akan tetapi ya tetap saja digasruk oleh perusahaan dan masuk kawasan rencana pertambangan. Maksud saya kalau nyatanya terhadap aturan yang sudah disahkan saja tidak ditaati, bagaimana dengan nasib dokumen KHLS?
  • Bisa jadi, semua ini adalah cara Jokowi untuk meredam gerakan masyarakat kendeng yang selalu bergemuruh dan berisik.

Begitulah kira-kira asumsi saya. Semoga saja salah semua.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun