Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saran untuk Jokowi Terkait Calon Kapolri

14 Januari 2015   20:54 Diperbarui: 11 Juli 2016   17:49 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: polri.go.id

Rasanya seperti petir menyambar di siang bolong ketika Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya Bambang Widjojanto menyampaikan bahwa calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi Komjen BG ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi. "Menetapkan tersangka Komjen BG dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lain di Mabes Polri" kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Selasa (13/1). Tidak hanya Presiden, Kompolnas, Komisi III DPR, Polri dan media tapi sebagian besar masyarakat kaget mendengar berita ini. Bahkan salah satu TV swasta nasional yang menayangkan talk showsetiap Selasa malam harus mengganti topiknya dari masalah penerbangan yang juga sedang hangat-hangatnya sekarang menjadi masalah penetapan tersangka calon Kapolri ini oleh KPK. Ini menunjukkan bahwa masalah ini begitu serius sehingga menjadi perhatian banyak kalangan. Rekening tidak wajar atau sering disebut sebagai rekening gendut Komjen BG sebenarnya sudah diperiksa secara internal oleh kepolisian lewat Irwasum Polri saat itu dan dinyatakan tidak ada masalah atau wajar. Tapi, selama setengah tahun terakhir sejak Juli 2014 KPK kembali mengusutnya dan menemukan ada yang tidak wajar dari transaksi pada rekening-rekening tsb. Adakah bukti baru (novum) yang telah ditemukan oleh KPK  atau apakah standar "kewajaran" Polri dan KPK yang berbeda? Menarik untuk kita cermati dari hari ke hari perkembangan beritanya.
 Lantas bagaimana sikap yang harus diambil oleh presiden sebagai kepala pemerintahan dengan hak prerogatifnya yang berwenang mengajukan dan menetapkan Kapolri?
 Ada yang mengatakan bahwa sebaiknya Presiden mengkonsultasikan nama-nama pemimpin lembaga pemerintahan seperti Jaksa Agung, Kapolri kepada KPK dan PPATK sebelum menunjuknya. Lantas adakah rujukan UU yang mengharuskan demikian? Saya yakin dalam menentukan pimpinan suatu lembaga pemerintahan, sesuai UU presiden hanya diwajibkan berkonsultasi dan meminta persetujuan kepada DPR termasuk untuk jabatan Gubernur BI dan Panglima TNI. Konsultasi dengan KPK dan PPATK hanya besifat preferable bukan suatu keharusan, namun jika dilakukan akan lebih baik. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, presiden sudah menetapkan calonnya, Komisi III sedang melakukan fit and proper test dan KPK sudah menetapkannya sebagai tersangka. Setelah situasi ini, apa yang harus presiden lakukan?
 Sebagai masyarakat pemerhati hukum, politik dan pemerintahan, tergerak hati saya untuk memberikan saran kepada presiden. Berikut saran saya kepada presiden:


  1. Sebagai kepala negara sebaiknya presiden mengundang Ketua KPK dan wakil-wakilnya ke istana untuk mendengar dan mendalami lebih jauh ikhwal penetapan Komjen BG sebagai tersangka. Presiden bisa saja mengajak Kapolri karena hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Irwasum Polri (saat itu) berbeda dengan sangkaan KPK. Kompolnas sebagai lembaga yang membantu presiden dalam menetapkan  arah kebijakan kepolisian RI juga perlu diikutsertakan.
  2. Mengingat dan menimbang masa pensiun Jend. Sutarman masih 9 bulan lagi (tanggal 5 Oktober 2015 ybs. berumur 58 tahun) sehingga masih cukup waktu buat presiden untuk mencari pengganti Jend. Sutarman sebagai Kapolri baru maka ada baiknya presiden mempertahankan Jend. Sutarman sebagai Kapolri sambil menunggu proses hukum Komjen BG. Proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh DPR bisa berjalan terus namun setelah disetujui oleh DPR, presiden dapat menunda pelantikannya sampai proses hukum ybs. berkekuatan hukum tetap. Kita harus mendorong KPK bertindak cepat sehingga dalam waktu relatif singkat sudah bisa disidangkan di pengadilan jika memang alat-alat bukti yang dikumpukan KPK sudah lengkap dan kuat.
  3. Presiden telah mengajukan Kapolri baru sementara Jend. Sutarman belum memasuki masa pensiun pasti ada sesuatu yang kurang 'fit' antara presiden dan Kapolri petahana. Atau bisa saja hanya masalah penyegaran dan regenerasi. Oleh karenanya, sambil menunggu proses hukum Komjen BG oleh KPK (atau mungkin proses pra peradilan oleh Komjen BG), bisa saja dengan pertimbangan Kompolnas, presiden memberhentikan Jend. Sutarman dan melantik Plt. Kapolri yang dipilih salah satu dari delapan Komjen aktif saat ini.
  4. Saran terakhir, jika presiden ingin mengejawantahkan revolusi mentalnya, presiden dapat menarik calon Kapolri Komjen BG dari DPR dan mengusulkan calon baru untuk di-fit and proper test. Calon Kapolri baru haru benar-benar bersih rekam jejaknya.  Bahkan seperti halnya Jend. Timur Pradopo waktu dipilih oleh presiden SBY, presiden bisa juga melirik jenderal bintang dua untuk diangkat terlebih dahulu menjadi bintang tiga sebelum diajukan ke DPR jika delapan bintang tiga yang ada saat ini dipandang presiden tidak ada yang sesuai keinginannya. Jika di kemudian hari Komjen BG ditetapkan tidak terbukti bersalah oleh pengadilan, maka presiden bisa saja mengangkatnya menjadi menteri untuk memulihkan nama baiknya jika ada reshuffle kabinet.

Demikian saran dan masukan saya kepada presiden Jokowi terkait calon Kapolri yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Presiden sebaiknya menerima masukan dari wakil presiden, Kompolnas, Ketua Umum-Ketua Umum koalisi pemerintahan dan masukan lainnya dari masyarakat. Yang penting presiden harus bersikap dan menyatakan sikapnya ke publik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun