Samar-samar teringat kisah cerita tempo doeloe tentang pembagian warisan seorang raja kepada tiga orang putranya. Semua harta warisan telah dibagi sesuai aturan kerajaan. Yang tersisa hanyalah 17 ekor kambing. Sang raja pusing tiada kepalang. Semua ahli dari seluruh penjuru negeri telah diundang melalui sebuah sayembara untuk pembagian 17 ekor kambing kepada ketiga putranya dengan syarat kambing-kambing tersebut dalam kondisi hidup, tidak boleh disembelih maupun dijual.
Sampai kemudian datanglah seorang penggembala kambing ke istana kerajaan.
Dengan sedikit menghiba sang pengembala meminta kepada panjaga istana agar ia dan seekor kambingnya diperkenankan masuk istana. Setelah menjalani pemeriksaan yang ketat, sang pengembala diperkenankan masuk istana dan menghadap raja.
"Wahai kisanak, apa yang akan kau tawarkan untuk pemecahan masalah ini?", tanya sang raja.
"Begini paduka raja, sebelumnya perkenankan hamba bertanya apakah benar paduka akan membagi warisan paduka dengan pembagian setengah untuk putra mahkota, sepertiga untuk pangeran kedua dan sepersembilan untuk putra ketiga?", kata sang pengembala menjawab pertanyaan raja.
"Ya, benar. Kenapa?" sahut sang raja.
"Baik, jika demikian saya akan berikan penyelesaiannya. Bolehkah paduka ikut hamba ke kandang 17 ekor kambing tersebut?", pinta sang pengembala.
"Jika itu bisa menyelesaikan masalah pelikku, aku pasti ikuti permintaanmu", jawab sang raja.
Sesampainya di kandang kambing, sang pengembala menghitung dengan seksama jumlah semua kambing. Dihitungnya jumlah seluruh kambing dan ternyata memang benar 17 ekor.
"Paduka raja, hamba sudah menghitung jumlah seluruh kambing dan jumlahnya memang 17 ekor, izinkan hamba menambahkan 1 ekor kambing yang hamba bawa dari rumah!", pinta sang pengembala kembali.
Sang raja berpikir sejenak namun kemudian mengizinkannya.
Dengan cekatan sang pengembala membagi 18 ekor kambing sesuai syarat yang ditentukan.
Putra mahkota mendapatkan setengah dari 18 atau 9 ekor.
Pangeran kedua mendapatkan sepertiga dari 18 atau 6 ekor.
Si bungsu putra ketiga mendapatkan sepesembilan dari 18 atau 2 ekor.
9 ekor + 6 ekor + 2 ekor = 17 ekor.
Sisa 1 ekor kambing diambil kembali oleh pengembala.
Sang raja kagum akan kejelian dan kecerdasan sang pengembala.
Sang gembala pun diangkat menjadi penasehat kerajaan.
Itulah sekelumit kisah tentang memberi solusi terbaik dengan jeli dan cerdas.
Apa kaitannya dengan kondisi Jakarta sekarang ini?
Berikut kondisi Jakarta terkini:
Kondisi 1
Di awal tahun 2020 banjir besar melanda Jakarta dan sekitarnya. Penyebabnya, bisa karena hujan lokal dengan intensitas tinggi dalam rentang waktu yang lama atau pun banjir kiriman dari bendung Katulampa, Bogor atau kombinasi keduanya.
Puluhan jiwa warga meninggal dunia. Ribuan warga lainnya mengungsi ke tempat yang aman.
Gubernur Anies tetap bersikukuh tidak akan melakukan normalisasi jika harus menggusur rumah warga.
Dalam kampanye pilgub, Anies pernah berjanji bahkan menandatangani kontrak politik untuk tidak menggusur rumah warga.
Update terbaru ada sekitar 243 warga yang menggugat gubernur Anies Baswedan Anies ke pengadilan karena dinilai lalai dalam menangani banjir di ibu kota. Warga meminta ganti rugi senilai Rp 42,3 miliar karena menjadi korban banjir.
Kondisi 2
Setelah wakil gubernur (wagub) DKI Sandiaga Uno menjadi calon wakil presiden, semenjak itu Jakarta tidak memiliki wagub.
Wagub yang awalnya dijanjikan akan diisi kader PKS, hingga kini belum terealisasi.
Alih-alih mengesahkan kader PKS sebagai wagub pengganti Sandiaga, partai Gerindra sebagai partai pengusung Anies-Sandi justru mengajukan kadernya untuk menjadi wagub mendampingi Anies.
PKS meradang dan mulai mengkritisi gubernur Anies. Melalui presiden partainya, Sohibul Imam, PKS yang juga sebagai partai pengusung Anies-Sandi akhirnya meminta Anies untuk melanjutkan kembali program normalisasi (khususnya di kali Sunter) agar banjir tidak terjadi lagi.
Kondisi 3
Penanggulangan banjir di Jakarta dan sekitarnya memerlukan upaya sungguh-sungguh dan komprehensif yang melibatkan seluruh stakeholder lintas kepala daerah Jakarta dan wilayah-wilayah penyangga.
Konsep megapolitan yang pernah digagas oleh gubernur Sutiyoso (1997-2007) layak untuk dikaji kembali.
Dalam konsep megapolitan tersebut, Jakarta dan wilayah-wilayah penyangga di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) dinaungi dalam satu manajemen tata ruang.
Jika konsep ini diberlakukan maka diperlukan seorang kepala wilayah megapolitan Jabodetabekpunjur.
Dari ketiga kondisi ini, solusi yang dapat ditawarkan adalah:
- Gubernur Anies dengan segala hormat dan tanggung jawab mengundurkan diri dari jabatan sebagai gubernur DKI jika solusi untuk mencegah banjir harus menggusur rumah warga. Alasan utama pengunduran dirinya adalah karena tidak ingin mengingkari kontrak politik yang telah ditandatanganinya bersama warga.
- Melalui sidang paripurna, DPRD DKI mengesahkan pengganti Anies sekaligus Sandiaga Uno dalam paket Gerindra-PKS, misalnya M. Taufik - Ahmad Syaikhu atau cagub-cawagub lainnya.
- Setelah mengundurkan diri dari jabatan gubernur, Anies bisa fokus untuk pencalonan dirinya menjadi presiden di tahun 2024 dengan berkeliling nusantara untuk meningkatkan elektabilitas seperti yang dilakukan oleh Sandiaga Uno. Jika berkenan, Anies bisa saja diusulkan menjadi kepala wilayah megapolitan Jabodetabekpunjur dengan wakil kepala wilayah mantan gubernur Sutiyoso.
Inilah yang disebut Win-Win solution. Gerindra win, PKS win, Anies win. Dan satu lagi, jika gubernur baru dari Gerindra berhasil mengatasi banjir maka warga Jakarta juga Win karena terbebas dari bencana laten banjir. (ins.saputra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H