Pertama, alasan umum adalah karena deklarasi yang mengundang tokoh-tokoh nasional ini dianggap bersifat provokatif dan ada sebagian kelompok warga yang merasakan ketenangan dan ketentraman daerahnya yang selama ini terjaga akan terganggu dengan adanya deklarasi ini maka mereka melakukan aksi penolakan. Aksi penolakan ini menyebabkan kepolisian di daerah tidak dapat mengeluarkan STTP (Surat Tanda Terima Pengajuan) atas kegiatan deklarasi ini. Karena tidak mengantongi 'izin' maka di beberapa daerah deklarasi ini dibubarkan.
Kedua, alasan teknis adalah belum waktunya masa kampanye pemilu presiden. Meskipun Bawaslu sudah mengklarifikasi bahwa deklarasi #2019GantiPresiden adalah kebebasan berekspresi dan tidak melanggar aturan karena belum ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang resmi ditetapkan oleh KPU sehingga Bawaslu tidak dapat melakukan tindakan apa pun sebelum memasuki masa kampanye, namun sebagian masyarakat menilai bahwa gerakan atau deklarasi #2019GantiPresiden sebagai bentuk kampanye terselubung dan/atau kegiatan pencurian start kampanye. Penjelasan Bawaslu yang menyatakan bahwa Bawaslu tidak dapat melakukan penindakan terhadap peserta kegiatan #2019GantiPresiden ataupun #2019TetapJokowi karena calon belum ditetapkan malah menuai polemik.
Menurut penulis, menyamakan kegiatan #2019GantiPresiden dengan #2019TetapJokowi adalah sesuatu yang harus diluruskan. Gerakan #2019GantiPresiden jelas tidak menyebut nama siapa pun sehingga gerakan ini tidak tergantung pada penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden oleh KPU untuk proses penindakannya. Sedangkan gerakan #2019TetapJokowi sudah menyebut nama dan penindakannya harus menunggu penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden oleh KPU. Meskipun ini bisa sangat debatable, tergantung persepsi.
Alangkah baiknya sebagai lembaga pengawas pemilu, Bawaslu dapat menyampaikan kepada publik bahwa sebaiknya hindari menggunakan kata-kata yang bersifat provokatif. Gunakan saja diksi seperti #2019PrabowoPresiden atau #2019JokowiPresiden dan lakukan gerakan ini pada masa kampanye yang sudah ditentukan. Kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden atau #2019JegalLawanPresiden (misalnya) akan menimbulkan reaksi dari pihak yang berseberangan karena cenderung menyerang pihak lawan. Karena Bawaslu beragumentasi tidak dapat melakukan tindakan apa pun terhadap gerakan #2019GantiPresiden sebelum penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden oleh KPU, maka kita akan lihat bagaimana sikap Bawaslu terhadap gerakan ini seandainya gerakan ini masih ada setelah penetapan calon dan masa kampanye.Â
Sahkah Tindakan Polisi Membubarkan Deklarasi ini?
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada pasal 6 huruf (d) disebutkan bahwa warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum.
Berangkat dari sini maka sepanjang keamanan dan ketertiban umum dapat dijaga maka kepolisian tidak berhak membubarkan kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum. Kepolisian dapat membubarkan suatu kegiatan yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Secara singkat pihak kepolisian telah menyatakan bahwa deklarasi #2019GantiPresiden tidak masalah selama tidak ada penolakan dari kelompok yang berseberangan.
Jadi tindakan kepolisian membubarkan atau mengizinkan deklarasi apa pun sangat bersifat kasuistik, tergantung situasi dan kondisi. Kepolisian diberikan kewenangan untuk melakukan itu. Justru akan menjadi salah jika pihak kepolisian melakukan pembiaran atas bentrokan dua pihak yang berseberangan, yang seharusnya dapat diantisipasi.
#2019GantiPresiden vs #2019TetapJokowi
Pada suatu kesempatan salah satu wakil ketua DPR menyatakan bahwa sebaiknya pihak pesaing membuat tagar tandingan #2019TetapJokowi dari pada melarang-larang deklarasi #2019GantiPresiden.
Seperti yang sudah dituliskan di atas bahwa tagar #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden berbeda konotasi, satunya berkonotasi ke dalam (internal) dan satunya berkonotasi menyerang (eksternal). Meskipun argumentasinya bisa saja namanya juga petahana khan harus bertahan dan penantang harus menyerang. Namun demikian bagi masyarakat umum yang tidak ingin pemimpin yang didukungnya diserang tentu akan bereaksi atas serangan tersebut.