Negara kita adalah negara hukum. Negara yang berdasar Pancasila. Negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar golongan. Negara yang terdiri dari 17.508 pulau, ratusan bahasa, serta lebih dari 300 kelompok etnik suku berbeda, yang seluruhnya teradministrasi ke dalam 33 propinsi yang terdiri dari: 398 kabupaten, 93 kota, 1 kabupaten administrasi, dan 5 kota administrasi. Negara yang memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika hingga saat ini masih menjadi moto atau semboyan Indonesia. Semboyan ini merupakan kutipan dari kakawin Jawa Kuno Sutasoma karangan Mpu Tantular semasa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kata ‘bhineka’ berarti ‘berbeda-beda’ atau ‘beraneka’. Kata ‘tunggal’ berarti ‘satu’. Sedang kata ‘ika’ berarti ‘itu’. Secara harfiah Bhineka Tunggal Ika berarti: Beraneka Satu Itu. Secara substansi, semboyan ini menyatakan bahwa walaupun Indonesia ini terdiri dari beraneka suku, agama, bahasa, bangsa, dan beragam kepercayaan yang berbeda, namun tetap bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adalah Moehammad Yamin, seorang pemuda yang menulis dalam secarik kertas sebuah dokumen maha penting yang menjadi bukti otentik lahirnya sebuah bangsa bernama Indonesia. Secarik kertas berisi rumusan kongres pada 28 Oktober 1928 yang hingga kini dikenal dengan: Sumpah Pemuda. Sumpah pengakuan putera dan puteri Indonesia untuk bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Bayangkan, setidaknya membutuhkan waktu lebih dari 500 tahun rentang waktu yang dibutuhkan agar ke-Bhineka-an ini menjadi suatu yang Satu sejak Sutasoma di abad ke-14 hingga Sumpah Pemuda di abad ke-20.
Pada prinsipnya semboyan Bhineka Tunggal Ika merujuk pada satu makna sangat penting yaitu: toleransi. Tanpa toleransi sulit rasanya Indonesia bisa hidup hingga sekarang. Tanpa toleransi, mungkin setiap agama akan mendirikan negara sesuai dengan agamanya. Setiap suku mungkin akan mendirikan negara sesuai sukunya masing-masing. Dalam kajian Djuyoto Suntani pada tahun 2007 menyebutkan bahwa Indonesia berpotensi untuk pecah menjadi 17 negara pada 2015 nanti. Jika dan hanya jika dengan toleransi inilah republik ini masih bisa hidup hingga sekarang. Dan di masa yang akan datang. Semoga...
Follow on Twitter: @inprodic
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H