Bukan soal subsidi gas 3 kg, tapi soal anak menunggu makan dan kehidupan |Ino Sigaze
Selama tiga hari terakhir, pemberitaan di televisi terus-menerus menyoroti polemik kebijakan subsidi gas 3 kg dan penataan ulang yang dilakukan oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.
Polemik ini semakin mengemuka ketika kebijakan tersebut mulai diterapkan, mengubah dinamika masyarakat yang bergantung pada gas bersubsidi.Â
Di banyak kota, antrean panjang terlihat di berbagai titik penjualan, dengan warga membawa tabung kosong tanpa kepastian mendapatkan gas.
Akar dari protes ini adalah kesulitan mendapatkan gas setelah penjual eceran menghentikan penjualan, menunggu kejelasan lebih lanjut dari pemerintah.
Upaya pemerintah membentuk sub-penjualan sebagai solusi ternyata tidak berjalan semudah yang dibayangkan.Â
Kebijakan ini dianggap mendadak dan kurang dipersiapkan dengan matang, sehingga masyarakat belum siap menghadapi perubahan drastis tersebut.
Kenyataannya, sub-penjualan gas menjadi sangat terbatas, sementara jarak antara konsumen dan titik penjualan semakin jauh. Situasi ini tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat yang tetap tinggi.
Subsidi Gas 3 Kg: Sebuah Kebijakan dengan Prinsip
Secara prinsip, subsidi merupakan kebijakan yang baik dan berpihak kepada masyarakat kecil. Selama ini, berbagai bentuk subsidi terbukti membantu kelompok masyarakat dengan keterbatasan ekonomi.Â
Namun, subsidi tetap memerlukan sistem yang jelas dan prinsip yang kokoh agar berjalan efektif.