Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Paradigma Pendidikan Masyarakat Lokal, Antara Keterlibatan dan Kontinuitas Pariwisata

21 Desember 2023   08:56 Diperbarui: 23 Desember 2023   08:16 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu, yang dibutuhkan tentu saja sebuah kerangka perencanaan yang matang yang telah dikaji dengan baik, bukan saja soal topografi alamnya, tetapi juga soal objek wisata yang ingin dipromosikan dengan kemasan narasi dan literasi yang menarik di era digital ini, kemampuan komunikasi yang bisa diandalkan, pemahaman dan wawasan wisata yang memadai, dan segala bentuk persiapan fisik dan non-fisik di lapangan.

Gambaran tentang segala yang perlu dipersiapkan itu tidak bisa cukup hanya sebatas disampaikan kepada masyarakat lokal, karena bagi masyarakat lokal mereka merasa bahwa merekalah yang akan menjadi pemilik atau tuan rumah (Gastgeber) dari proyek itu sendiri.

3. Hero Figur sebagai Penggerak dan Pemotivasi di Lapangan

Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat lokal tidak bisa berlanjut tanpa adanya hero figur yang menjadi penggerak dan pemotivasi, bahkan menjadi tulang punggungnya.

Konteks masyarakat lokal seperti di Flores, misalnya, hero figur itu seharusnya orang yang memiliki wawasan dan koneksi global, kemampuan finansial yang mencukupi, dan juga ketokohan yang patut ditiru.

Modal dasar pendidikan hero figur tentu saja sangat memengaruhi kebijakan selanjutnya. Modal dasar seperti itu sangat dipertimbangkan karena masyarakat punya tuntutan sendiri dan juga punya kecurigaannya yang unik.

Saya masih di tahun 2016 ketika saya pulang libur dari Jerman dan berusaha mengumpulkan masyarakat di kampung saya untuk berbagi wawasan tentang kampung pariwisata.

Dalam forum pembicaraan terbuka, tampaknya mereka menyambut baik sekali, namun dalam perjalanan waktu muncul pertanyaan seperti ini: kami dapat apa dari itu semua?

Saat itu saya menjawab keuntungan akan datang bagi mereka yang kreatif. Praktisnya, jika orang dari luar daerah, bahkan dari luar negeri datang, maka kita sebagai masyarakat lokal perlu menyiapkan keterampilan tangan untuk dijual sebagai souvenir.

Lebih dari itu tentu saja pendapatan kita akan bertambah sesuai dengan kemampuan kita sendiri. Bagi petani yang kreatif, mereka hanya dibutuhkan menanam tanaman buah seperti mangga, jeruk, pisang, pete, kelapa, nenas, sirsak, advokad, dan banyak lagi tanaman buah lainnya.

Artinya, bahwa kita tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, melainkan punya konsep bersama. Petani sesuai dengan kemampuan mereka, mereka perlu menyiapkan buah-buahan, sedangkan bagi mereka yang punya kemampuan lain seperti di bagian pendidikan, perlu disiapkan penjelasan-penjelasan terkait sejarah di wilayah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun