Suksesi politik tidak harus meraih kemenangan saat ini, tetapi bisa menjadi fase eksplorasi untuk masa depan yang lebih baik | Ino Sigaze.
Atmosfer politik Indonesia saat ini ternyata mulai menghangat oleh dua nama, yaitu Gibran dan Kaesang, dua putra Jokowi.Â
Mereka tampil ke publik persis di tengah arus kegelisahan rakyat, dalam konteks kepemimpinan yang dihadapi oleh sebagian elit politik yang terjepit oleh kekakuan dan radikalisme.
Topik pembahasan media-media saat ini akhirnya berfokus pada tokoh-tokoh muda yang populer belakangan ini.Â
Gaya bicara mereka dengan visi masa depan merangsang pemikiran generasi muda Indonesia di satu sisi, tetapi menimbulkan kekhawatiran bagi generasi lama di sisi lainnya.
Kesan awal dan pandangan yang kontradiktif muncul ke permukaan, menunjukkan bahwa sebagian orang merasa cemas dengan kehadiran mencolok putra-putra Jokowi itu.
Tulisan ini menyoroti safari politik Gibran, bukan sebagai upaya untuk meraih kemenangan dalam Pilpres 2024, tetapi lebih sebagai upaya untuk mempresentasikan visi masa depan.
Berikut adalah 4 alasan mengapa safari politik Gibran bukan semata-mata untuk meraih kemenangan, tetapi lebih sebagai eksplorasi masa depan:
1. Tokoh muda dan usianya yang terlalu muda belum sepenuhnya dipercayai oleh publik Indonesia.
Masyarakat Indonesia tetap kritis dan cenderung untuk menganalisis tokoh-tokoh muda hingga ke dalam aspek yang tidak terpikirkan dan tidak dijelaskan oleh banyak politisi.Â
Sebagian orang yang selama ini skeptis terhadap politik dinasti mungkin akan kesulitan membedakan antara Gibran dan Jokowi dalam konteks sejarah politik masing-masing.Â