Seminggu yang lalu, saya mendengar cerita dari beberapa orang di Indonesia terkait aksi penipuan yang terjadi baru-baru ini. Aksi licik tersebut dilakukan di kota-kota dengan sasaran utama orang tua yang berusia 60 tahun ke atas.
Cerita dari beberapa korban memberikan petunjuk awal berdasarkan nomor telepon. Pelaku sudah memiliki nomor telepon korban yang kemungkinan ia peroleh dari orang lain.
Pelaku tidak segan-segan menelepon dan mengatakan bahwa mereka akan datang ke rumah sebagai tim medis yang melakukan pemeriksaan lanjutan.Â
Pengalaman korban membuktikan bahwa ketika menerima telepon dari pelaku, mereka merasa tidak memiliki alasan untuk menolak karena alasan kesehatan yang selalu dianggap penting.
Pelayanan gratis sekali lagi menjadi tawaran yang sangat menarik bagi orang-orang tua. Oleh karena itu, kemungkinan pelaku dan korban dalam percakapan tersebut akan segera menemukan jadwal perjumpaan untuk pemeriksaan medis.
Pelaku berperilaku sangat dipercaya. Ia datang tepat waktu dan membawa beberapa alat medis. Yang unik adalah bahwa korban diminta untuk sedikit membungkuk, kemudian pelaku menepuk tengkuk mereka, dan saat itu terjadi komunikasi bawah sadar antara pelaku dan korban.
Tindakan medis untuk pemeriksaan berhenti sampai di situ. Selanjutnya adalah aksi penipuan, di mana pelaku akan meminta korban membawa ATM dan pergi bersama-sama ke bank untuk menarik uang.
Anehnya, tidak ada protes dari pihak korban. Semua permintaan pelaku pasti akan dituruti. Ya, namanya juga terkena hipnotis.
Resikonya adalah bahwa pelaku akan memimpin korban untuk mengambil semua uang yang ada di rekening. Jadi, jika sudah terkena hipnotis, maka uang di rekening, berapapun jumlahnya, pasti akan diambil oleh penipu itu.
Modus penipuan ini dilakukan dengan sangat santun. Bahkan, pelaku sering datang dengan kedok sebagai orang beragama, mengenakan simbol keagamaan tertentu yang diyakini oleh orang tua bahwa orang tersebut adalah orang baik, murah hati, dan tidak sombong.