Keindahan masa depan anak-anak adalah kerinduan yang terbesar orangtua, hargailah orangtua Anda dengan menempatkan pendidikan sebagai prioritas| Ino Sigaze.
Merefleksikan tema sorotan Kompasiana kali ini terasa tidak mudah, meskipun saya tahu bahwa tema tentang "anak berpacaran" itu sangat penting. Tema itu sangat penting karena seperti apa sikap orangtua terhadap anak mereka.
Dalam mempertimbangan hubungan timbal balik antara anak dan orangtua, saya merasakan pluralitas cara dan pendekatan dalam konteks masyarakat kita. Bahkan bisa dikatakan, cara dan pendekatan orangtua pada anak mereka itu berbeda-beda sesuai dengan takaran budaya setempat.
Saya jadi ingat kembali tentang bagaimana hukum adat di kampung saya di Ende. Seorang anak remaja dan dewasa semestinya boleh-boleh saja punya pacar. Apalagi dalam konteks masyarakat modern saat ini, orangtua tentu saja tidak bisa melarang mereka.
Ya, beda generasi beda pula gaya dan cara mereka punya pacar. Generasi orangtua mereka mungkin saja tidak bisa mengerti bagaimana cara mereka memperoleh teman dan hingga menjadi pacar.
Nah, dari konteks itu, saya melihat ada tegangan yang menarik untuk ditelisik lebih jauh lagi bagaimana sikap yang tepat orangtua terhadap anak mereka yang sedang pacaran.
Dari latar budaya dan adat istiadat Ende, Flores, sebenarnya orangtua jarang sekali berbicara atau bahkan menegur secara langsung anak mereka yang berpacaran. Namun, mereka bisa mengerti dan memperhatikan gejala-gejala dan arah hubungan anak mereka.
Tidak jarang mereka sebagai orangtua, terkadang memberi pesan seperti ini: Jaga ine atau ema, ana ata. Piki nee ozo muri miu, sekolah mbeja, dapat ozo kema roa, na ata pale gaga ki.Â
Artinya, "Nak, waspada dalam hubungan dengan anak orang. Pikirkan masa depanmu, paling baik adalah jika kamu sudah bisa menyelesaikan sekolah dan punya pekerjaan. Itu baru menarik."
Nada pesan ini yang pernah saya dengar dari orangtua saya dulu. Dari pesanan itu, saya mencermati beberapa hal penting yang perlu menjadi skala prioritas anak umumnya: