Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petani yang Memiliki Jam Terbang Tinggi dan Bioetika Hadapi Resesi

24 Oktober 2022   01:04 Diperbarui: 27 Oktober 2022   07:45 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani kakao| Dok Shutterstock via Kompas.com

Kecerdasan dan kreativitas petani tidak bisa lagi menjadi alternatif yang bisa dianggap murahan, karena petani yang punya jam terbang tinggi perlu melengkapi diri mereka dengan wawasan-wawasan lain seperti bioetika.

Hembusan angin resesi tahun 2023 mulai terasa semakin dekat. Polemik, diskusi, opini dan presentasi gagasan politik mulai terhubung dengan konsep resesi nanti. 

Jokowi dalam sambutannya dalam kesempatan menghadiri hari ulang tahun Golkar sekurang-kurangnya menyebut beberapa frase yang bagi saya menarik untuk telaah lebih jauh lagi.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya coba menghubungkan ucapan lepas Pak Jokowi itu dengan konteks kehidupan petani dalam menghadapi resesi 2023 nanti.

Ada dua istilah yang disebut Pak Jokowi pada momen puncak HUT Golkar ke-58 pada 21 Oktober 2022. Dua istilah itu akan dikaji dalam kaitannya dengan resesi.

1. Pasien IMF dan banyak antrean lainnya

Pasien International Monetary Fund (IMF) disebutkan demikian hanya karena terhubung dengan suatu keadaan ekonomi dalam tekanan inflasi tanpa ampun saat ini. 

Jeritan sakit negara-negara di Eropa, Afrika dan beberapa negara di Asia tidak lain karena tekanan utang yang begitu besar tanpa diimbangi dengan stabilitas ekonomi yang memadai.

Sanggupkah IMF merawat pasien yang sedang menjerit itu? Mampukah IMF siap melayani pasien lainnya yang sedang antrean? Tentu saja pertanyaan-pertanyaan itu terlalu tinggi untuk dijabarkan dalam konteks yang lebih praktis.

Oleh karena itu, saya pikir pertanyaan penting kita adalah langkah praktis apa yang bisa dilakukan agar Indonesia tidak dihitung sebagai pasien IMF nanti?

Dalam konteks Indonesia saat ini, saya memperlihatkan alternatif memperkuat sektor pertanian merupakan langkah praktis yang menjanjikan kesehatan fisik ekonomi bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun