Indonesia membutuhkan akses pelayanan kesehatan masyarakat yang merata dan sesuai dengan perkembangan zaman. Tawaran konsultasi online semestinya perlu dibuka kemungkinan itu sampai kepada masyarakat desa dengan dokter terdekat.
Tema tantangan mbak Irmina Gultom menurut saya sangat aktual dan menarik. Ketika membaca tema tentang "Bagaimana Kebiasaan Keluargamu Mengonsumsi Obat" pikiran saya langsung terarah kepada konteks masyarakat desa di Flores.
Tema tentang kebiasaan keluarga mengonsumsi obat, membeli obat, bagaimana berurusan dengan obat-obatan itu tema keseharian yang memang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, apalagi yang berada di desa-desa.Â
Dalam konteks Indonesia umumnya dan secara khususnya untuk masyarakat pedesaan yang jauh dari pelayanan dokter dan juga jauh dari keterbukaan kemungkinan informasi terkait dunia farmasi menjadi semacam momen untuk membuka diskusi dan berbagi gagasan yang penting terkait kesehatan.
Tulisan ini mengangkat soal dilema masyarakat desa antara keterbatasan dokter dan kemudahan membeli obat-obatan di apotek.Â
Ada 3 dilema yang perlu diperhatikan pemerintah terkait konsep masyarakat desa tentang obat-obatan dan kesehatan mereka:
1. Umumnya pelayanan dokter untuk masyarakat desa sangat terbatas
Pelayanan langsung dari dokter untuk masyarakat desa bisa dikatakan hanya bisa terlaksana di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) yang selalu berada di kecamatan. Seakan-akan ada suatu tata aturan formal bahwa di mana Puskesmas itu berada di situ menetaplah para dokternya.
Tentu sah-sah saja atau tidak ada yang berani protes, apalagi dokter swasta. Cuma kendalanya bahwa berapa jarak masyarakat desa dari tempat tinggal mereka ke Puskesmas.
Sentralisasi pelayanan kesehatan selama ini terasa dimengerti dan diterima karena situasi kekurangan tenaga dokter.Â