Indonesia punya sejarah kelam dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Masa lalu itu bahkan terdengar ngeri, menyebut kata PKI saja rasanya takut. Bahkan dalam sejarah Indonesia, PKI menjadi partai terlarang.
Namun isu PKI selalu saja ada dan hidup kembali. Ada sebagian orang yang suka menyebut dan menghubungkan PKI. Tentu semuanya sudah tidak masuk akal. Apalagi, kalau orang-orang yang menyebutnya dari pihak pemerintah dan punya pangkat jenderal. Saya ingat ucapannya Mahfud MD, kalau memang PKI itu ada di Indonesia, kenapa gak ditangkap?
Manusia hanya bisa menangkap isu, tapi tidak bisa menangkap orangnya, oleh karena orang-orang yang terlibat dalam Partai Komunis Indonesia dan sebagai partai sudah tidak ada lagi.
Meskipun demikian, rujukan pada Ketetapan MPRS, TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 masih saja menjadi hantu. Tap MPRS itu menegaskan kembali tentang larangan komunisme di Indonesia.
Akan tetapi, sekian lama Tap MPRS itu dipakai sebagai rujukan dengan tafsiran yang salah. Kata keturunan PKI itu tidak ada di dalam Tap MPR itu, tapi kenapa dalam urusan testing menjadi calon Tentara Nasional Indonesia dipakai tanya tentang turunan PKI.
Sikap tegas jenderal Andika sekaligus membuka wawasan kritis anak bangsa supaya jangan hidup dibawah tekanan hantu Komunisme.
Hantu itu tidak ada di Indonesia, bahkan keturunan PKI tidak disebutkan dalam TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966. Jadi, ngapain bawa-bawa Tap MPRS?
Sadis sekali seandainya kejadian tahun 1965 itu masih dibawa-bawa hingga sekarang ini. Apalagi kalau dibawa sampai ke kampung-kampung. Tahun 1985 saya masih sempat mendengar polemik bahwa anak dan keturunan orang-orang yang menerima bantuan dari PKI tidak akan bisa diterima menjadi pegawai negeri sipil.
Bagi saya, itu sangat konyol. Orang kampung yang sama sekali tidak mengerti tentang PKI, lalu hanya karena tekanan ekonomi saat itu menerima beras 5 kg, lalu harus hidup dibawah penjara stigmata turunan PKI, hingga tidak punya jaminan masa depan menjadi pegawai negeri sipil.
Dalam hal ini, saya sangat berterima kasih kepada Jenderal Andika yang sudah dengan tegas mengkritisi kembali TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 dan salah paham terkaitnya selama ini.